Alasan 1: Baptisan vs Rantisan
Saya pribadi nggak merasa keberatan dengan kedua praktek baptisan yang secara umum dikenal, yaitu baptisan percik dan baptisan selam. Sebagai anggota jemaat GKI yang reformed, saya dibaptis secara percik, yakni saat saya masih bayi yang dikenal dengan baptisan anak (ini juga bisa menjadi topik yang menarik untuk diulas, di lain kesempatan ya), lalu di-sidi saat saya remaja (diawali dengan kelas pelajaran agama Kristen selama beberapa bulan). Namun saya sama sekali nggak keberatan dengan praktek baptisan selam, bahkan kesannya lebih mantap ya, lebih berasa daripada sekedar percik-percik.
GKI pun mengambil sikap yang sama. GKI menerapkan tata cara baptisan percik, namun mengakui baptisan selam juga. Maksudnya begini: kalau ada simpatisan yang sudah dibaptis secara selam di gereja lain dan yang bersangkutan ingin menjadi anggota jemaat GKI, maka baptisan selamnya tetap diakui GKI. Yang bersangkutan cukup mengikuti pelajaran agama Kristen (katekisasi), lalu sesudahnya mengaku percaya dengan penumpangan tangan, tanpa perlu dibaptis percik lagi. Baptisan selam yang sudah diterimanya adalah sah dan diakui GKI. Ini baru namanya gereja yang benar ajarannya dan Alkitabiah!
Jadi stand point nya sudah jelas: cara baptisan percik atau selam, saya tidak mempermasalahkan. Monggo dilaksanakan sesuai tata cara gereja masing-masing.
Lalu, apa masalahnya? Yaitu saat baptisan diulang, biasanya dari baptisan percik ke baptisan selam. Ini lain ceritanya, dan saya betul-betul mengecam praktek baptis ulang seperti ini, karena betul-betul melecehkan Tuhan!
Biasanya para pembaptis ulang akan memulai dengan sebuah dogma bahwa baptisan yang Alkitabiah seharusnya dilakukan secara selam. Mengapa? Karena kata 'baptizo' yang dipakai dalam perikop terkait mengandung pengertian 'penenggelaman'. Jadi, ya jelas baptisan musti dilakukan secara selam. Sedangkan baptisan percik... Percik itu sendiri bahasa aslinya adalah: 'rantiso'. Jadi kalau seorang sudah dibaptis secara percik, sesungguhnya dia BELUM DIBAPTIS, namun BARU DIRANTIS....
Bagaimana saya bisa meng-counter pemahaman yang keliru ini?
Mudah saja, tapi mohon maaf kalau penjelasan saya ini agak 'menyerang' praktek baptis selam yang saya hormati dan hargai.
Ada 2 hal:
Pertama: di seluruh bagian Alkitab, saat kata 'baptizo' dan turunannya digunakan, maka kata itu hampir seluruhnya menunjuk pada pemercikan atau pembasuhan, seperti tata cara penyucian yang diatur dalam Hukum Taurat (misal: Markus 7:4, Lukas 11:38, 1 Korintus 10:1-2, dsb)
Bisa dibilang, Alkitab tidak mengenal tata cara penenggelaman, kecuali kisah Naaman yang harus mandi 7 kali di sungai Yordan.
Kedua: Yohanes hampir tidak mungkin melaksanakan penenggelaman.
Mengapa? Karena dia adalah keturunan imam Lewi yang tentu sangat familiar dengan tata cara upacara dan peribadatan Yahudi. Dia hanya mengenal pemercikan, seperti yang biasa dikenal dan dilakukan oleh para imam pada saat itu (banyak terdapat di Kitab Imamat dan Bilangan). Dan coba bayangkan... Sekiranya Yohanes membaptis secara selam di sungai Yordan, bagaimana caranya agar dia bisa membaptis para wanita tanpa harus melanggar hukum Taurat? Dengan memegang wanita yang bukan istrinya, lalu menenggelamkannya, dan mempersilakan sang wanita pulang ke rumah dalam keadaan basah kuyup? Betapa hal itu menjadi kegiatan gila yang melecehkan dan memalukan! No way! Saya percaya, sebagai keturunan imam Lewi maka Yohanes melakukan pembaptisannya dengan cara yang dikenalnya, yaitu pemercikan!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar