Senin, 05 Desember 2011

Gereja Ke-rapat-an Indonesia

Konon GKI terkenal sebagai gereja yang paling ok organisasinya dan paling beres keuangannya. Ada betulnya sih, sekalipun nggak perfect tapi... Masih okelah. Kenapa bisa begitu? Jawabannya simpel saja: karena GKI benar-benar menerapkan kepemimpinan kolektif, yaitu sistem Presbiterial Sinodal, dimana tidak dikenal apa yang namanya 'raja' atau 'kaisar' alias penguasa tunggal.
Namun sistem ini ternyata menimbulkan dampak yang - kalau saya bilang - negatif, yaitu: rapat minded. Karena serba kolektif, maka pengambilan keputusan pun menjadi serba kolektif. Nggak ada yang salah dengan pengambilan keputusan kolektif, namun menjadi salah kala menjadi 'serba'. Anda paham maksud saya kan? Kita musti bisa memilah-milah mana keputusan yang harus diambil secara kolektif (yaitu dalam rapat pleno atau Persidangan Majelis Jemaat/PMJ), mana yang bisa diambil secara semi kolektif (misal dalam rapat bidang,komisi, atau tim), dan mana yang bisa diputuskan sendiri (misal oleh pendeta atau penatua dengan pemberian wewenang tertentu). Sekarang kan PMJ dianggap sebagai pusat pengambilan keputusan tertinggi, bukan hal yang salah, namun menjadi salah kalo sebagian besar keputusan musti diketok dalam PMJ. Memangnya harus begitu ya, nggak bisa didelegasikan? PMJ akhirnya menjadi terlalu gemuk untuk menjadi cekatan dan efektif! Nggak heran kalo ada yang bilang kalo urusan ganti lampu saja di GKI perlu waktu berminggu-minggu! Gimana nggak berminggu-mingu, wong harus masuk rapat Bidang Sarpen dulu, itu juga kalo nggak kelupaan dimasukin (kalo lupa ya alamat molor sebulan lagi). Trus dibawa ke rapat BPH (itu juga kalo nggak kelupaan) dengan rekomendasi: disetujui, minta acc PMJ. Setelah itu baru dibahas di PMJ dan diketok: laksanakan. Wew... lelah sekali.
Lalu bagaimana seharusnya?
Menurut saya, PMJ nggak perlu membahas semua, cukup membahas hal-hal yang berhubungan dengan manusia (misal pemilihan pendeta dan penatua), maupun aset (seperti rencana perluasan gedung gereja), jadi setahun paling hanya 2 sd 3 kali. Yang lain?? Delegasikan saja ke bidang/komisi/tim, toh disana juga ada para presbiter/penatua kan? Tetap presbiterial sinodal tapi dengan rantai birokrasi yang lebih pendek. Penghematan birokrasi ini sungguh sangat berarti, lebih-lebih kalo kita bisa memahami bahwa para penatua itu pun masih punya keluarga yang perlu diperhatikan dan dilayani. Buat apa para penatua terlalu sibuk dengan rapat kalo keluarganya terabaikan?
Mari pangkas rapat-rapat birokratis yang nggak perlu, dan jadikan GKI sebagai, "Bukan Gereja Ke-Rapat-an Indonesia".
Salam berdaya!