Sabtu, 16 April 2011

Beribadah di GKY Mangga Besar

Hi Readers!
Setelah sempat off menulis selama beberapa waktu karena kesibukan saya di kantor maupun di gereja, kali ini saya kembali membagikan kunjungan ibadah saya dalam 'The Visitation'. Saya beruntung bisa mengunjungi salah satu gereja yang cukup besar di Jakarta, yaitu Gereja Kristus Yesus Jemaat Mangga Besar (disingkat GKYJMB). Dalam kunjungan ini saya kembali ditemani oleh senior saya, Bapak Ginarto Lukito, yang banyak memberi masukan untuk tulisan ini. Yuk kita mulai....

BACKGROUND
Saya pribadi walaupun bukan anggota jemaat maupun simpatisan, namun merasa cukup dekat dengan gereja ini. Mengapa? Karena sebetulnya gereja ini memiliki sejarah pendirian yang bersentuhan dengan GKI, terutama GKI Jabar. GKI Jabar dan Gereja Kristus memang bagaikan saudara kembar yang hingga kini pun masih memiliki hubungan yang cukup mesra, bahkan kami memiliki event rutin untuk melakukan tukar mimbar. Sebagai sama-sama gereja yang berlatar belakang Tionghoa, kedua saudara kembar ini kemudian bertumbuh dalam arah yang agak berbeda, dimana GKI Jabar kemudian lebih meng-indonesia (sekalipun masih menyisakan satu klasis yang mempertahankan ciri ke-tionghoa-annya) sementara Gereja Kristus agaknya masih mempertahankan identitas aslinya. Semula ada 2 jemaat Gereja Kristus di Jakarta yang cukup besar, yaitu Gereja Kristus Jemaat Ketapang (GKK) dan Gereja Kristus Jemaat Mangga Besar (GKJMB). Namun GKJMB ini kemudian bertumbuh sedemikian besarnya dengan membuka berbagai gereja rayon (seperti Rayon Pluit, Rayon Greenville, dst), bahkan memiliki seminari (STT Amanat Agung) dan sekolah musik (Gloriamus), sehingga akhirnya mereka pun memutuskan untuk keluar dari sinode Gereja Kristus dan membentuk sinode sendiri yaitu sinode Gereja Kristus Yesus (GKY). Saya sendiri pernah mencicipi sekolah di STT Amanat Agung dan short course di Gloriamus. Dan konon pertumbuhan GKY ini tidak terlepas dari penggembalaan yang brilian dari pendeta seniornya, yaitu Pdt. William Hosana. Dari Warta Jemaat yang cukup simpel, saya catat GKY kini telah memiliki 35 jemaat di dalam dan luar negeri, dengan total umat yang berbakti mencapai 14 ribu orang (di kebaktian umum saja)

PENYAMBUTAN
Saya datang di kebaktian yang 100% berbahasa Indonesia yaitu di kebaktian jam yang pertama (pk. 07.00). Setelah hampir terlambat karena nyasar di pasar (pasar Asemka?), akhirnya kurang 5 menit saya berhasil sampai di gereja tersebut. Gedungnya sendiri memang cukup mengesankan, begitu besar dengan pilar-pilarnya bak kerajaan Romawi. Tempat parkirnya pun cukup luas dan gratis... Good point! Memang masalah parkir ini sering kurang diperhatikan oleh banyak gereja, sehingga umat dibiarkan parkir di jalan bahkan berurusan dengan preman, atau sebaliknya malah dikenakan tarif parkir ala kantoran! Saya disambut oleh 2 orang usher di pintu masuk, dan langsung bergegas mencari tempat duduk karena ibadah akan segera dimulai.

SUASANA IBADAH
Sayang sekali saya tidak sempat mengamati apakah telah disediakan waktu bagi jemaat untuk bersaaat teduh. Namun suasana di dalam gedung gereja terasa cukup kondusif dan inspiratif untuk sebuah ibadah. Tempat duduk dibuat menurun, dengan mimbar pengkhotbah berdiri di tengah, dan disisi kirinya (dari sudut jemaat) disediakan tempat duduk bagi paduan suara, dan dikanannya tersedia TV layar lebar. Di sisi kanan kirinya berjajar jendela besar-besar yang bercahaya biru, dengan salib yang menjulang tinggi di belakang mimbar. Cukup mengesankan. Pencahayaan dan pengatur udara juga berfungsi dengan baik, sehingga sekalipun masih pagi namun udara tidak membuat jemaat kedinginan. Gejala jemaat datang terlambat ternyata juga terjadi disini! Tadinya saya berpikir kalau gereja sudah penuh saat saya tiba, tapi ternyata pas jam 7 baru kira-kira ruangan terisi seperempatnya, sampai saya berpikir: sepi banget ya...? Namun berangsur-angsur jemaat berdatangan sampai kira-kira 30 menit ibadah berjalan, hingga ruangan menjadi cukup terisi penuh oleh sekitar 700 orang-an. Nah, saya perhatikan lantai gereja ini tidak tertutup karpet sehingga bunyi sepatu orang yang lalu lalang (terutama jemaat yang telat maupun yang ke kamar kecil) cukup menimbulkan suara yang mengganggu jemaat. Baby room yang tersedia ternyata juga tidak terisi oleh mereka yang membawa baby, namun kebanyakan oleh mereka yang datang terlambat. Tidak tepat sasaran... namun okelah demi khidmatnya ibadah jemaat yang datang tepat waktu. (ternyata gereja ini juga sedang meng-kampanyekan Gerakan Ibadah Tepat Waktu). Catatan saya: pintu baby room itu ada masalah di engselnya sehingga menimbulkan suara yang keras saat di buka tutup. Bagi pembaca yang anggota jemaat GKYJMB mungkin bisa langsung sounding ke pengurus gereja untuk menyelesaikan masalah yang satu ini.

PENDUKUNG IBADAH
Saat ibadah berlangsung, saya perhatikan gereja ini memakai lagu-lagu yang mixed antara lagu-lagu hymn standar (dari buku PPK) dan lagu-lagu rohani populer. Kesan saya: jemaat kurang dapat menyanyikan lagu-lagu tersebut dengan baik, mungkin karena lagu-lagunya jarang dinyanyikan atau mungkin juga karena meng-kalimat-an lagu yang agak susah diikuti. Penanyangan notasi angka di multimedia juga kurang membantu karena nilai nadanya tidak terbaca dengan jelas. Paduan suara juga kurang terdengar suaranya saat menyanyi bersama jemaat, dan suara lebih didominasi oleh MC atau liturgos yang nyanyinya juga sering kurang tepat. Namun yang perlu diacungi jempol adalah: (1) kualitas sound system yang sangat bersih, jelas, tanpa feed back sedikit pun, bahkan suara grand piano pun terdengar cukup bulat dan natural; (2) musiknya walaupun minimalis: hanya menggunakan piano dan keyboard, namun cukup baik dan padu. Sayang sekali organnya tidak digunakan, karena dari informasi yang saya dengar, gereja ini memiliki organ klasik yang cukup oke.

KHOTBAH
Khotbah dimulai sekitar pk. 07.40 dan berakhir pk. 08.15, cukup singkat dan isinya cukup simpel dengan berbagai contoh yang cukup membumi. Saya tidak tahu apakah disengaja atau tidak, namun khotbah yang disampaikan ternyata related dengan pergumulan jemaat akan sebuah persekutuan doa yang diharapkan dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anggota jemaat, seperti yang diutarakan dalam warta lisan. Kalau memang disengaja demikian maka saya sampaikan apresiasi atas upaya gereja ini untuk mendaratkan isi khotbah pada isu dan pergumulan yang berkembang alias content relevan dengan context gereja tersebut! Khotbahnya sendiri sebetulnya biasa-biasa saja, dengan gaya bebas yang tidak mengacu pada perikop tertentu namun langsung me-refer ke beberapa ayat yang berkaitan dengan pembahasan. Tipikal khotbah seperti ini jelas bentuk khotbah yang lebih sederhana ketimbang khotbah leksionaris yang musti mengacu pada satu atau beberapa rangkaian pembacaan Alkitab. Dan satu hal lagi, kehadiran gembala sidang untuk membacakan warta lisan jelas merupakan teladan yang perlu diikuti oleh para gembala sidang di berbagai gereja termasuk GKI! Mengapa? Karena gembala sidang yang mengundang jemaatnya untuk hadir dalam acara ini-itu jelaslah menunjukkan dirinya sebagai seorang gembala yang concern! Memang kepemimpinan gereja tidaklah dimonopoli oleh pendeta karena pastilah ada penatua atau diaken. Namun tidaklah dapat dihindarkan kecenderungan untuk melekatkan pribadi pendeta dengan gereja yang dilayaninya yang tidak dapat tergantikan oleh penatua atau diaken! Bagaimanapun juga, undangan seorang gembala sidang akan lebih berkesan ketimbang undangan seorang penatua atau diaken!

PELAYANAN PENATUA
Seperti kebanyakan gereja yang berlatar belakang Tionghoa, keberadaan penatua nyaris kurang terlihat, tidak seperti di GKI yang selalu menyediakan tempat duduk khusus di dekat mimbar untuk para penatua. Namun saya perhatikan para petugas yang mengenakan jas cukup banyak kelihatan, dan cukup sigap membantu jemaat misalnya dalam pengumpulan persembahan. Dan ada satu hal yang unik, yaitu di dekat pintu masuk ternyata disediakan sebuah loket mirip kasir bioskop, tempat jemaat memberikan persembahan yang bukan persembahan kolekte. Mungkin loket itu untuk menerima persembahan bulanan atau persepuluhan. Cukup unik dan transparan, karena tentu saja jemaat dapat langsung memastiklan bahwa persembahannya sudah diterima dengan baik.

Demikian sedikit catatan kunjungan ibadah saya, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Mari kita jadikan catatan ini sebagai referensi untuk perbaikan pelayanan di gereja kita masing-masing. Salam berdaya!