Saya sangat berminat dengan isu ttg baptisan ulang, sehingga topik ini menjadi bahasan sekaligus prioritas pertama saya dalam refleksi teologis saya. Oya, karena sifatnya refleksi, bahkan ada kata 'spark' disana, maka setiap ulasan dalam artikel ini bukanlah jurnal teologi yang terlalu ilmiah dan serius. Bahkan saya membayangkan bahwa setiap tulisan dalam artikel ini hanya akan menjadi sebuah kata pembuka diskusi lanjutan dari pembaca sekalian yang berminat.
Mari mulai dengan topik pertama...
Baptisan ulang... Mustinya bukan isu yang terlalu baru lagi bagi kita. Bahkan saat Johanes Calvin masih hidup, dia pun sudah berjuang menghadapi praktek baptis ulang dari kalangan Anabaptis yang 'cukup sukses' menyesatkan jemaat.
Saya disini tidak akan menunjuk atau menyalahkan umat pelaku baptisan ulang, karena mereka hanyalah korban dari 'tipuan spiritual' dari para pembaptis ulang. Dalam banyak case, keputusan untuk melakukan baptisan ulang bahkan diambil dengan suatu niatan yang luhur untuk 'memperbaiki atau menyempurnakan kehidupan spiritual' seperti yang diajarkan oleh para pembaptis ulang.
Oke, jadi saya langsung pointing pada para pembaptis ulang, yaitu para pendeta, pastor, atau rohaniawan Kristen yang memang mempraktekkan baptisan ulang.
Pertanyaan pembuka: 'mengapa harus ada baptis ulang?'
Jawabannya gampang dan standar:
1. Karena baptis percik bukanlah 'baptisan' tapi 'rantisan'
2. Karena Kristen musti mengikuti teladan Tuhan Yesus yang di baptis dengan cara diselam
3. Karena perlu upacara inisiasi untuk mengesahkan seseorang menjadi anggota jemaat suatu gereja menganut baptisan ulang
Mari kita bahas satu persatu...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar