Senin, 05 Desember 2011

Gereja Ke-rapat-an Indonesia

Konon GKI terkenal sebagai gereja yang paling ok organisasinya dan paling beres keuangannya. Ada betulnya sih, sekalipun nggak perfect tapi... Masih okelah. Kenapa bisa begitu? Jawabannya simpel saja: karena GKI benar-benar menerapkan kepemimpinan kolektif, yaitu sistem Presbiterial Sinodal, dimana tidak dikenal apa yang namanya 'raja' atau 'kaisar' alias penguasa tunggal.
Namun sistem ini ternyata menimbulkan dampak yang - kalau saya bilang - negatif, yaitu: rapat minded. Karena serba kolektif, maka pengambilan keputusan pun menjadi serba kolektif. Nggak ada yang salah dengan pengambilan keputusan kolektif, namun menjadi salah kala menjadi 'serba'. Anda paham maksud saya kan? Kita musti bisa memilah-milah mana keputusan yang harus diambil secara kolektif (yaitu dalam rapat pleno atau Persidangan Majelis Jemaat/PMJ), mana yang bisa diambil secara semi kolektif (misal dalam rapat bidang,komisi, atau tim), dan mana yang bisa diputuskan sendiri (misal oleh pendeta atau penatua dengan pemberian wewenang tertentu). Sekarang kan PMJ dianggap sebagai pusat pengambilan keputusan tertinggi, bukan hal yang salah, namun menjadi salah kalo sebagian besar keputusan musti diketok dalam PMJ. Memangnya harus begitu ya, nggak bisa didelegasikan? PMJ akhirnya menjadi terlalu gemuk untuk menjadi cekatan dan efektif! Nggak heran kalo ada yang bilang kalo urusan ganti lampu saja di GKI perlu waktu berminggu-minggu! Gimana nggak berminggu-mingu, wong harus masuk rapat Bidang Sarpen dulu, itu juga kalo nggak kelupaan dimasukin (kalo lupa ya alamat molor sebulan lagi). Trus dibawa ke rapat BPH (itu juga kalo nggak kelupaan) dengan rekomendasi: disetujui, minta acc PMJ. Setelah itu baru dibahas di PMJ dan diketok: laksanakan. Wew... lelah sekali.
Lalu bagaimana seharusnya?
Menurut saya, PMJ nggak perlu membahas semua, cukup membahas hal-hal yang berhubungan dengan manusia (misal pemilihan pendeta dan penatua), maupun aset (seperti rencana perluasan gedung gereja), jadi setahun paling hanya 2 sd 3 kali. Yang lain?? Delegasikan saja ke bidang/komisi/tim, toh disana juga ada para presbiter/penatua kan? Tetap presbiterial sinodal tapi dengan rantai birokrasi yang lebih pendek. Penghematan birokrasi ini sungguh sangat berarti, lebih-lebih kalo kita bisa memahami bahwa para penatua itu pun masih punya keluarga yang perlu diperhatikan dan dilayani. Buat apa para penatua terlalu sibuk dengan rapat kalo keluarganya terabaikan?
Mari pangkas rapat-rapat birokratis yang nggak perlu, dan jadikan GKI sebagai, "Bukan Gereja Ke-Rapat-an Indonesia".
Salam berdaya!

Selasa, 18 Oktober 2011

Total Depravity

Sebelum berbicara mengenai pasal pertama dalam TULIP ini, perlu saya jelaskan bahwa  TULIP dan Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht (PPAD) sekalipun sama content-nya namun beda susunannya. Mengapa? Karena context-nya beda: PPAD hadir sebagai sebuah 'obat' untuk melawan 'penyakit' Arminianisme (sehingga pasal pertama langsung berbicara mengenai: Pemilihan Allah), sementara TULIP hadir sebagai sebuah sistematika teologi, yaitu sebagai sarana untuk belajar salah satu aspek dalam Calvinisme, yaitu keselamatan (sehingga susunannya dibuat secara kronologis: dari kejatuhan manusia ke dalam dosa, proses penyelamatan Tuhan, dan bagaimana kondisi manusia setelah diselamatkan).

Secara garis besar, Calvinisme mengajarkan bahwa:
1. Setelah manusia jatuh ke dalam dosa, nature manusia sebagai Imago Dei menjadi rusak secara total,  bahkan Alkitab memakai istilah: mati (Kejadian 2:17), sehingga manusia ‘mati’ kebebasannya untuk memilih yang baik dan yang jahat, karena ia terikat untuk berbuat jahat (committed to sin)
2. Kerusakan total ini membuat manusia tidak mungkin mengupayakan keselamatan secara mandiri, bahkan sekedar menjadi mitra-keselamatan sekalipun! Manusia hanya dapat menerima anugerah keselamatan tanpa ada sesuatu pun kebaikan yang membuat manusia layak untuk menerimanya!

Poin ke-2 akan menjadi porsi pasal-pasal berikutnya, so mari kita dalami poin yang pertama.

Rusak-totalnya nature manusia
Manusia diciptakan segambar dan serupa dengan Allah (sehingga manusia disebut sebagai Imago Dei, The Image of God). Namun sejak manusia jatuh ke dalam dosa, nature asli manusia ini mengalami kerusakan secara total yang ‘menjangkiti’ semua manusia pasca Adam, jadi bukan hanya dialami oleh Adam thok, kita semua sebagai keturunan Adam pun mengalami kerusakan total ini. Kapan saya dan Anda mengalami kerusakan total ini? Ya sejak kita masuk ke dalam dunia! Bayi yang baru dilahirkan  tidaklah 100% suci karena ia sudah membawa kerusakan total ini di dalam dirinya, memang seperti itulah nature manusia setelah jatuh ke dalam dosa!
Pertanyaannya:
1.       Kok Tuhan nggak adil? Kenapa yang bukan perbuatan kita menjadi tanggungan kita?
2.       Apa iya rusaknya manusia itu secara total? Kan ada banyak manusia yang baik?

Benarkah Tuhan tidak adil?
Beberapa pertanyaan kreatif lainnya akan mempermasalahkan mengenai kuasa Tuhan: kalau Tuhan memang Maha Tahu, pastilah Ia tahu bahwa manusia akan jatuh ke dalam dosa. Lalu kenapa Ia membiarkan??? Jangan-jangan kejatuhan manusia itu memang skenario Tuhan sendiri! Bukan Saudara, ITU BUKAN MAUNYA TUHAN tapi murni PILIHAN MANUSIA SENDIRI. Kita juga jangan menganggap Adam sebagai penjerumus umat manusia ke dalam dosa (kasihan bener)! Perhatikan bahwa yang memakan buah pohon pengetahuan yang baik dan jahat itu adalah MANUSIA, yang kebetulan ada dalam diri seorang manusia yang bernama Adam (dan tentu saja istrinya). Mungkin kalau waktu itu bukan Adam yang ada disana, tetapi kita, belum tentu kita bisa lebih baik dari Adam!!! Kitalah yang menjerumuskan diri kita sendiri ke dalam dosa! Mari bersikap jujur, bahwa saat kita memilih untuk berbuat dosa, itu adalah 100% pilihan kita! Orang bisa bilang bahwa lingkungan, teman, keadaan, atau bahkan pasangan kita yang menjerumuskan kita ke dalam dosa. Tapi toh 'rangsangan dosa' itu nggak akan bakal menjadi dosa kalau kita tidak menyetujuinya bukan? Kita kan bukan seperti lampu yang mati atau nyalanya tergantung saklar bukan?
Disinilah dikenal istilah 'kehendak bebas' dimana manusia memiliki kebebasan untuk memilih: melakukan yang baik atau yang jahat. Sebelum manusia jatuh ke dalam dosa, kehendak manusia adalah benar-benar bebas, dimana ia bisa bebas memilih melakukan apa yang baik atau yang jahat. Ternyata kita memilih melakukan apa yang jahat sehingga kita pun jatuh ke dalam dosa. Dan setelah manusia jatuh ke dalam dosa, manusia tidak bisa bebas lagi, karena nature-nya menjadi rusak sehingga manusia kini terikat dalam kecenderungan untuk berbuat dosa. Itulah sebabnya Calvinisme percaya bahwa manusia - dalam nature-nya yang rusak total itu – tidak akan sanggup menentukan bahkan berkontribusi sedikitpun dalam hal keselamatan dirinya. Keselamatan adalah 100% anugerah Tuhan, dan bukan karena jasa atau perbuatan baik manusia!

Benarkah manusia itu rusak secara total sehingga tidak ada yang mampu berbuat baik?
Seorang yang baru pulang dari gereja, baru saja mulutnya mengatakan 'Puji Tuhan' atau 'Haleluya', dalam hitungan menit bahkan detik bisa mengumpat sesamanya, memikirkan yang jahat di otaknya, bahkan langsung melakukan dosa. Kok bisa? Jangan-jangan benar ajaran Gereja Setan yang pernah saya baca, bahwa manusia yang seasli-aslinya memang 'pembuat dosa', dengan kata lain: kalau  manusia tidak melakukan dosa artinya 'bukan manusia' atau 'berbohong sebagai manusia' (baca: munafik)!
Betapa masalah 'dosa' ini memang membuat kita capek, selalu ada kecenderungan berbuat dosa dan doa memohon pengampunan dosa menjadi sebuah aktivitas yang basi (karena akan melakukan dosa lagi, bahkan dosa yang sama)! Makanya ada orang yang sudah 'tutup buku' dengan masalah dosa, nggak mau kenal lagi yang namanya dosa, dan merasa merdeka untuk berbuat dosa! Sudah kepalang tanggung, nyebur saja secara total dan nggak usah mikirin itu dosa atau bukan, dan tidak perlu merasa menyesal! Enjoy aja!!!
...
Konsep dosa setahu saya lebih jelas kelihatan dalam Abrahamic Religion (Yahudi, Kristen, Islam), sementara agama2 di Asia Timur (Hindu, Budha, dll) biasanya lebih mengenal konsep Kebaikan-Kejahatan  dalam sebuah Keseimbangan (sehingga ada istilah Yin-Yang), sehingga konsep ini membutuhkan konsep penyelamatan lain yang disebut Hukum Karma dan Reinkarnasi. Melalui kedua konsep tersebut manusia secara step by step disempurnakan melalui reinkarnasi. Berapa kali musti reinkarnasi, itu tergantung karmanya, yaitu bagaimana komposisi kebaikan-kejahatan yang diperbuatnya selama hidup.
Agama Kristen, memandang dosa sebagai perbuatan yang melawan perintah Tuhan, sehingga memerlukan sebuah cermin untuk mengetahui apakah saya berdosa atau tidak, yaitu Hukum Taurat (Roma 7:7) dan - seharusnya – manusia berupaya untuk menghindari perbuatan dosa. Namun manusia ternyata mengalami kegagalan untuk benar-benar menjalankan perintah Tuhan, sehingga Hukum Taurat seolah menjadi Hukum Kutuk karena manusia tidak akan pernah sanggup melaksanakannya secara sempurna. Itulah sebabnya manusia memerlukan sebuah Penyelamatan, yaitu melalui Penebusan oleh Darah Yesus Kristus. (Galatia 3:10-13)
Jadi, dari sini kita bisa memahami bahwa manusia pasti berdosa, bukan karena memang sudah mustinya demikian, tetapi karena memang manusia tidak mampu berbuat yang baik. 
Lalu, bagaimana dengan fenomena orang-orang yang diakui sebagai ‘orang baik’? Kan ada banyak tokoh-tokoh yang menjadi inspirasi bagi dunia karena kebaikannya... dan banyak juga yang bukan seorang Kristen???
Disinilah kita berkenalan dengan konsep: kebaikan relatif dan kebaikan sejati. Orang boleh saja dianggap orang baik, karena SECARA VISUAL TAMPAK BAIK (kebaikan relatif). Tapi apakah dia BETUL-BETUL BAIK (kebaikan sejati)? Justru kebaikan yang ditampakkan seringkali menjadi sebuah kedok kejahatan! Siapa yang tahu? Hanya dia yang Tuhan yang tahu, apakah dia sungguh-sungguh tulus berbuat baik atau bulus! Semua orang bisa berbuat baik, Kristen maupun non-Kristen, namun itu hanyalah kebaikan relatif yang bisa saja manipulatif. Kebaikan yang sejati, yang 100% sesuai dengan standar Tuhan dalam FirmanNya, siapalah yang sanggup melakukannya? Tidak ada (Markus 10:18)! Itulah sebabnya 'berbuat baik' bukanlah 'tujuan' hidup kristiani, namun menjadi sebuah 'result' dari apa yang akan kita bahas dalam pasal TULIP yang ke-5.

Sekian  dan bersambung ke pasal selanjutnya: Unconditioned Election.
Salam berdaya!

Rabu, 05 Oktober 2011

Pemahaman Dasar tentang Keselamatan dalam Calvinisme

Keselamatan adalah sebuah topik dalam teologi yang perlu disikapi dengan pemahaman dasar bahwa ‘apa yang tidak mungkin bagi manusia’ (yaitu keselamatan) adalah ‘mungkin bagi Allah’ (Matius 19:25-26). Mengapa saya mengambil ayat tersebut sebagai ‘pemahaman dasar keselamatan’? Sederhana saja jawabannya: karena perikop terkait (yaitu Matius 19:16-26) adalah perikop yang konteksnya benar-benar berbicara mengenai keselamatan. Ada begitu banyak orang yang memanipulasi Alkitab dengan mengutip ayat-ayat yang out of context, sehingga menimbulkan pemahaman yang sesat, hal mana perlu menjadi perhatian kita semua sehingga kita tetap beriman secara kritis.

Melalui pemahaman dasar ini, sebetulnya kita sudah cukup memiliki dasar untuk mengimani bahwa: manusia TIDAK MAMPU berkontribusi SEDIKITPUN atas keselamatan yang diterimanya. Keselamatan adalah 100% anugerah, manusia tidak bisa mengupayakan keselamatannya secara mandiri (seperti yang diajarkan oleh Pelagianisme) ataupun menjadi mitra-keselamatan (seperti yang diajarkan oleh Arminianisme maupun Katolikisme). Bahkan beriman-pun merupakan anugerah, bukan pilihan yang bisa diambil atau dibuang oleh manusia.

Pemahaman dasar inilah yang menjadi sebuah ciri khas ajaran Calvinisme yang seharusnya dianut oleh GKI. Mengapa? Karena GKI adalah gereja yang bercorak Calvinis, yang mewarisi tradisi dan ajaran dari Gereja Reformasi Belanda sebagai gereja yang ‘berjasa’ dalam pendirian GKI di Indonesia, yaitu: Nederlandse Hervormde Kerk (Dutch Reformed Church) dan Gereformeerde Kerken in Nederland (Reformed Churches in the Netherlands). Catatan: pada tahun 2004, kedua gereja tersebut bersama Evangelical Lutheran Church in the Kingdom of the Netherlands telah bergabung menjadi Protestantse Kerk in Nederland (Protestant Church in the Netherlands).

Berbicara mengenai Gereja Reformasi Belanda, sejarah telah mencatat terselenggaranya persidangan gereja-gereja Calvinis berskala internasional (karena dihadiri oleh gereja dari berbagai negara seperti Belanda, Inggris, Jerman, dan Swiss) pada tahun 1619 di kota Dordrecht (sehingga dikenal sebagai Sinode Dordrecht). Sinode tersebut berhasil memformulasikan ‘Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht’ sebagai sebuah pegangan ajaran untuk melawan ‘wabah’ ajaran Arminianisme yang menyebabkan keretakan di dalam gereja maupun Negara. Dalam perkembangannya selanjutnya, Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk yang lebih mudah untuk diingat, yaitu TULIP, yang berisi 5 pasal:

1.       Total Depravity (kematian atau kerusakan total)
2.       Unconditioned Election (pemilihan Tuhan yang tanpa syarat)
3.       Limited Atonement (penebusan yang terbatas)
4.       Irresistible Grace (anugerah yang tak dapat ditolak)
5.       Preserverance of the Saint (ketekunan atau pemeliharaan atas umat percaya)

TULIP tersebut banyak disalahmengerti sebagai ‘Lima Pokok Calvinisme’, sehingga orang sering menyangka bahwa Calvinisme hanya berbicara mengenai 5 pokok tersebut di atas. Ini jelas sebuah pemahaman yang keliru, karena Calvinisme memiliki ribuan pokok bahasan! TULIP hanyalah satu dokumen dalam Calvinisme yang membahas mengenai keselamatan. Bersyukur Th. van den End telah mengumpulkan ajaran-ajaran Calvinisme sebanyak 16 dokumen sehingga kita bisa mempelajari kekayaan ajaran Calvinisme secara utuh (bukunya dapat dibeli di TB Gunung Mulia).

Karena artikel ini hanya berisi mengenai ‘pemahaman dasar’, tidaklah dimungkinkan membahas ke-5  pasal TULIP tersebut disini, mungkin bisa di lain kesempatan. Namun saya ingin membahas 2 isu penting seputar ‘pemahaman dasar’ tersebut: 

GKI adalah gereja Reformed?
Saya baru mendengar istilah ‘Reformed’ pada awal tahun 1998, saat saya pindah ke daerah Grogol dan berjemaat di GKI Nurdin. Waktu itu, setiap kali orang menyebutkan istilah ‘reformed’ maka yang langsung terbayang adalah sebuah gereja yang namanya mengandung unsur kata ‘reformed’ itu, yaitu Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII), yang memang sangat concern dengan TULIP. Semula saya menyangka bahwa GKI bukanlah bagian dari ajaran itu, sekalipun ajaran itu sebenarnya sudah biasa saya dengar di bangku-bangku sekolah BPK Penabur dan mimbar-mimbar GKI (namun ada penekanan-penekanan khusus yang dibuat GRII yang membuatnya menjadi agak berbeda). Sampai suatu kali saya membaca sebuah jurnal teologi yang menyebutkan bahwa GKI adalah anggota dari WARC (World Alliance of Reformed Churches) dan REC (Reformed Ecumenical Council), dan bahkan ikut menjadi bagian sejarah dalam merger-nya kedua badan ekumenis gereja-gereja Reformed sedunia itu dalam sebuah wadah yang dikenal sebagai WCRC (World Communion of Reformed Churches) yang konon memiliki pemercaya sebanyak 80 juta orang di seluruh penjuru dunia! (Baca situs-situs mengenai WCRC, seperti http://www.reformedchurches.org dsb). GKI memang bukanlah GRII, yang memang memiliki sejarah perkembangan yang berlainan. Namun entah bercorak ekumenis atau injili, seharusnyalah ada ‘rasa kebersamaan’ diantara gereja-gereja Reformed, paling tidak kebersamaan dalam membawakan suara profetik ke tengah-tengah dunia yang kacau, yang membutuhkan sebuah pegangan ajaran yang benar, yaitu ajaran KITA SENDIRI. Sangat disayangkan apabila GKI tidak concern lagi dengan asal-usul ajarannya, dan asyik berteologi kontekstual yang sering ‘melayang –jauh’ dari Calvinisme, termasuk dalam hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan (yang dalam banyak kesempatan mengalami bias dan ‘ke-abu-abu-an’) 

Dampak memahami keselamatan
Orang sering bertanya-tanya: Apa sih manfaatnya berbicara mengenai ‘keselamatan’?  Disini kita bisa terjebak dalam 2 posisi:
1.       Tidak tertarik dan tidak merasakan urgensi dan relevansi topik tersebut dalam konteks keselamatan masa kini, yang telah mengalami perluasan pada hal-hal seperti: penegakan HAM, pembebasan dari diskriminasi, pengentasan kemiskinan, concern pada lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Hal ini tentu patut disayangkan karena gereja masa kini akan kehilangan Core atau Inti-nya yang paling mendasar, yaitu Iman yang benar kepada Tuhan Yesus. Gereja akan menjadi tak ubahnya seperti lembaga sosial, LSM, atau bahkan partai politik (yang memang sering lebih relevan dan kontekstual dibandingkan gereja). Ibarat  sebuah bangunan, Core Gereja adalah pondasinya, sehingga saat ‘core’ itu melemah maka keruntuhan gereja akan menjadi sebuah keniscayaan!
2.       Tertarik namun menjadi terlalu dogmatis. Setelah saya membaca buku ‘Lima Pokok Calvinisme’ karangan Edwin Palmer, saya merasa mendapatkan ‘sebuah ilmu yang begitu berharga’, bak pendekar yang memperoleh jurus baru…. Nah, MENDAPATKAN ILMU inilah yang seringkali menjadi fokus, bukannya bagaimana MENERAPKAN ILMU tersebut. Terkadang kita cukup puas hanya menjadikan ilmu tersebut sebagai bahan untuk berargumentasi ketimbang berpraksis, bahkan menjadikan ilmu tersebut sebagai alat untuk menghakimi keselamatan orang lain! Mari kembali kepada pemahaman dasar kita, bahwa keselamatan merupakan 100% anugerah Tuhan. Mengenai cara dan waktunya, itu juga 100% merupakan hak prerogative Tuhan!

Lalu bagaimana seharusnya pemahaman tentang keselamatan tersebut memberi dampak bagi kehidupan kita? Sebetulnya sederhana saja:
1.       Kita harus selalu bersyukur kepada Tuhan, karena keselamatan diberikanNya BUKAN karena ‘ada yang baik’ di dalam diri kita, tetapi karena murni anugerah Tuhan, sekalipun kita tidak pernah sungguh-sungguh layak menerimanya
2.       Kita harus membuktikan keselamatan yang sudah kita terima itu dalam hidup keseharian kita. Ada orang yang pernah berkomentar demikian: “Enak dong jadi Kristen, bebas berbuat dosa, kan pasti selamat!” Saudara, kalau kita ‘bebas berbuat dosa’ sebetulnya itu merupakan sebuah bukti bahwa kita adalah seorang Kristen Palsu yang mungkin tidak termasuk dalam umat yang dipilih untuk diselamatkan! Berdukacitalah apabila kita bisa atau pernah memiliki pikiran seperti itu!
3.       Kita harus menginjili dunia, karena mungkin ada umat pilihanNya yang terserak di berbagai tempat. Mari bawa mereka untuk masuk ke dalam Rumah yang sudah ditetapkanNya untuk kita dan mereka, yaitu hidup kekal di dalam KerajaanNya.

Salam berdaya!

Sabtu, 09 Juli 2011

Baptisan Anak part 3

Yang ketiga: tentang penyerahan anak

Tentang topik yang ketiga ini, terus terang saya sempat mengalami kesulitan mencari buku atau sumber yang dengan jelas menyebutkan dasar Alkitabiah yang mendasari praktek penyerahan anak. Tapi saya bersyukur akhirnya dapat menemukannya sehingga makin memperjelas duduk permasalahannya.
Ternyata, dasar yang digunakan untuk menolak baptisan anak dan menggantikannya menjadi 'sekedar' penyerahan anak adalah Lukas 2:22 (Batu Penjuru, Membangun Jemaat yang Kokoh di Atas Dasar Pengajaran yang Dinamis yang Kokoh dan Seimbang, YPI Imanuel,1999, hlm 67).
Terus terang saya merasa surprise dengan hal ini. Mengapa? Karena begitu ngawurnya!
Penjelasan atas 'begitu ngawurnya' itu adalah begini:

Pertama: pada catatan kaki Alkitab, kita sudah dengan jelas mengetahui bahwa Lukas 2:22 itu mengacu pada teks yang lebih tua, yaitu: Imamat 12:6-8. Disitu memang dijelaskan mengenai penyerahan anak laki-laki dan perempuan, namun dilakukan BUKAN UNTUK KEPENTINGAN SI ANAK, tetapi untuk KEPENTINGAN SI IBU, yakni sebagai pentahiran sesudah melahirkan anak. Apakah gereja-gereja yang mempraktekkan penyerahan anak memang menunjukannya untuk pentahiran seorang ibu pasca melahirkan? Saya yakin tidak, karena tentulah penyerahan anak itu ditujukan kepada si anaknya bukan si ibunya, sehingga dengan tegas saya katakan bahwa pendasaran penyerahan anak dari Lukas 2:22 adalah pendasaran yang salah!

Kedua: Lukas 2:22 sebetulnya menjadi satu rangkaian dengan ayat 23 dan 24 (makanya ayat Alkitab jangan suka dipotong-potong karena akan menghasilkan pemahaman yang ngawur dan tidak Alkitabiah!). Dalam satu rangkaian (Lukas 2:22-24), bagian tersebut sebetulnya berbicara mengenai sebuah peraturan keagamaan Yahudi seperti tercantum dalam banyak bagian di Perjanjian Lama, diantaranya Keluaran 13:2,12 yaitu tentang 'pengudusan semua anak sulung' karena 'Tuhanlah yang empunya mereka'. Mengapa? Karena terkait dengan peristiwa Paskah Yahudi yang memperingati keluarnya bangsa Israel dari tanah perbudakan yang related dengan tulah ke-10, yaitu kematian 'tiap-tiap anak sulung di tanah Mesir' (Keluaran 12:29). Anak-anak sulung menjadi milik Tuhan karena mereka sudah diloloskan dari maut, sehingga mereka 'harus dipersembahkan kepada Tuhan'. Penyerahan anak sulung ini menjadi sebuah praktek keagamaan Yahudi yang begitu penting, bahkan pada jaman Musa saat peraturan tentang Kemah Pertemuan ditetapkan, hal ini juga diatur secara khusus berupa 'penyerahan orang Lewi sebagai ganti semua anak sulung yang ada pada orang Israel' (Bilangan 3:45-51). So, apakah hal ini bisa menjadi dasar praktek penyerahan anak masa kini? Jawabnya adalah: tidak!!! Mengapa? Karena orang Kristen tidak memaknai Paskah seperti orang Yahudi memaknai Paskah (betul?). Apakah di setiap Paskah kita memperingati peristiwa keluarnya bangsa Israel dari tanah Mesir? Tidak bukan??? Oleh sebab itu peraturan tentang 'anak sulung yang harus diserahkan' sudah TIDAK RELEVAN lagi karena sudah DIGENAPI DI DALAM DIRI TUHAN YESUS, sebagai 'yang sulung, yang pertama bangkit dari antara  orang mati' (Kolose 1:18).

Jadi, masih mau menerapkan penyerahan anak yang nggak jelas dasar Alkitabiahnya, dan menihilkan baptisan anak yang jelas dasar Alkitabiahnya dan benar?
Harap pertimbangkan lagi!
Kiranya Tuhan terus memperlengkapi kita dengan pemahaman yang Alkitabiah, sehingga kita menjadi domba-domba yang cerdas yang tahu apa dan mana yang benar.

Salam berdaya!

Minggu, 12 Juni 2011

Baptisan Anak part 2

Yang kedua: Dasar alkitabiah untuk baptisan anak

Harus diakui bahwa Alkitab tidak pernah secara eksplisit menyebutkan bahwa anak-anak dalam komunitas umat percaya harus atau bisa dibaptiskan. Namun dari studi biblika, kita bisa menemukan bahwa baptisan anak sebetulnya ada di dalam Alkitab. Saya akan menyebutkan beberapa saja:

Pertama: Alkitab tidak pernah menyebutkan bahwa baptisan anak pernah  menjadi sebuah polemik di dalam jemaat mula-mula, sehingga membutuhkan suatu pembahasan khusus. Menarik untuk diperhatikan, justru yang sering dibahas adalah masalah SUNAT: 'apakah orang non Yahudi yang masuk ke dalam komunitas umat percaya tetap harus disunat?' Hal mana telah diselesaikan melalui Konsili I di Yerusalem yang dipaparkan dalam Kisah Para Rasul 15:1-21.
(note: Hal ini berbeda dengan kasus baptisan ulang, dimana Alkitab dengan jelas menyebutkan bahwa baptisan perlu diulang apabila  belum dilakukan 'di dalam nama Tuhan Yesus', bisa dibaca di Kisah Para Rasul 19:3-5).
Ini bukan sekedar permainan kata, namun betul-betul perlu menjadi pemikiran yang serius. Mengapa? Karena bukti-bukti sejarah menunjukkan bahwa baptisan anak telah dilakukan di jemaat mula-mula!
Dalam sebuah literatur kuno, yaitu sepucuk surat dari Origenes (hidup kira-kira 1 abad setelah jaman para rasul) kepada Jemaat Roma, disebutkan bahwa 'Gereja telah menerima tradisi rasuli untuk memberikan baptisan kepada anak-anak kecil' (Apakah itu Baptisan? LRII, 1995). Jelas ini menjadi bukti bahwa baptisan anak telah dijalankan di bawah otoritas para rasul, sehingga aneh sekali kalau ada gereja masa kini yang menolak baptisan anak... Itu gereja akarnya darimana???  Kesaksian Origenes itu memang tidak seotoritatif Alkitab, namun menjadi sebuah bukti bahwa baptisan anak telah dipraktekkan sejak awal gereja berdiri SECARA NORMAL-NORMAL SAJA, nggak pakai acara berbantah, ngotot-ngototan, bahkan sampai bikin baptisan ulang segala! Kenapa begitu ya? Saya nanti akan jelaskan dibawah

Kedua: Sebetulnya ada banyak bagian Alkitab yang secara logis menunjuk bahwa anak-anak pun telah dibaptis, seperti:
  • Baptisan umat Israel saat MEREKA SEMUA melintasi Laut Teberau yang dimaknai ulang oleh Rasul Paulus dalam 1 Korintus 10:1-2. Secara logika yang sehat, jelas anak-anak juga turut dibaptis. Kenapa? Ya karena anak-anak kan ikut nyeberang?? Masak mereka ditinggal dan orang tuanya nyeberang sendiri???
  • Baptisan satu keluarga, yaitu keluarga kepala penjara Filipi (Kisah Para Rasul 16: 33-34). Disitu dengan jelas disebutkan bahwa baptisan diterima oleh seluruh anggota keluarga, dan pastinya dalam keluarga itu ada anak-anak bukan? Ah, belum tentu! Teman saya saja nggak punya anak, jadi tinggal berdua saja sama pasangannya! Lihat-lihat konteks-nya dong!! Jaman sekarang sih iya banyak pasangan yang karena ingin mengejar karir maka menunda kehamilan. Tapi jaman dulu...? Nggak punya anak bisa menjadi aib besar, bahkan bisa menjadi alasan si suami untuk kawin lagi... Walau memang tidak disebutkan, tapi secara logika mustinya anak-anak pun dibaptiskan dalam keluarga tersebut!
Ketiga: Baptisan adalah penyempurna dari sunat sebagai tanda dan meterai dari perjanjian yang baru, yaitu keselamatan melalui iman kita kepada Tuhan Yesus. Alkitab dengan jelas menyebutkan bahwa baptisan menandakan ‘sunat Kristus’, yaitu penanggalan akan tubuh yang berdosa karena kita dikuburkan bersama Dia dalam baptisan dan dibangkitkan oleh kepercayaan kita kepada kerja kuasa Allah (Kolose 2:11-12). Perhatikan disini, baptisan BUKANLAH MEKANISME atau PROSEDUR yang membuat bagian tubuh kita yang berdosa menjadi tanggal (karena mekanisme itu hanya dapat dilakukan oleh Tuhan Yesus melalui karya penyelamatanNya), namun hanya merupakan sebuah TANDA yang memperlihatkan bagaimana mekanisme itu telah berlaku bagi umatNya (jadi, tidak ada khasiat apapun di dalam praktek baptisan!). Menarik untuk dicermati, bahwa dalam dunia Perjanjian Lama pun sudah ada pemikiran-pemikiran yang ingin menghindarkan kesalahpahaman umat akan khasiat praktek sunat, karena sunat pun seharusnya hanya dianggap sebagai TANDA dari sesuatu yang lebih hakiki, yaitu ‘sunat hati’ (seperti dalam Ulangan 10:16, 30:6). Tampaknya ada sebuah benang merah yang dapat ditarik antara sunat dan baptisan, sehingga jemaat mula-mula pun tidak merasa ragu lagi untuk meniadakan kewajiban sunat bagi orang non-Yahudi yang ingin bergabung dengan mereka (melalui keputusan Konsili I, seperti yang telah saya sebutkan pada poin 1 di atas) dan cukup melalui pembaptisan saja.
Sampai disini seharusnya kita semua sepakat bahwa baptisan memang merupakan penyempurna dari sunat. Dan apabila kita sudah sepakat, maka kita pun musti sepakat bahwa baptisan anak memang telah  dipraktekkan secara wajar dan normal-normal saja oleh jemaat mula-mula, sehingga gereja masa kini pun HARUS MEMBERLAKUKANNYA apabila memang memiliki dasar yang sama, yaitu Alkitab. Kenapa ‘musti’? Karena ‘sunat’ dilakukan atas ‘anak yang berumur 8 hari’ (Kejadian 17:12), dilakukan BUKAN karena ybs sudah mengerti akan arti sunat tetapi karena kewarganegaraan orang tuanya.
Apakah Anda warganegara Kerajaan Sorga? Lalu mengapa Anda ragu untuk memeteraikan anak Anda sebagai warganegara Kerajaan Sorga juga?
Kalau dalam hal memberikan pendidikan kepada anak-anak kita maka kita bisa menjadi begitu otoriter dalam menentukan pendidikan dan sekolah mana yang musti diambil oleh anak-anak kita, masakan dalam hal yang sangat penting dan bernilai kekal - yaitu IMAN - kok kita jadi merasa ragu, bahkan sok demokratis??!!

Selasa, 07 Juni 2011

Baptisan Anak part 1

Sekarang kita akan membahas tentang baptisan anak. Topik ini menarik untuk dibahas karena ada gereja yang menolak baptisan anak dan mereduksinya menjadi sekedar 'penyerahan anak'.
Kontroversi baptisan anak ini sebetulnya sudah  setua gereja protestan sendiri, karena diawal munculnya protestantisme telah muncul gerakan-gerakan radikal yang menginginkan gerakan reformasi dapat mengambil jarak sejauh mungkin dengan gereja resmi saat itu, yaitu Gereja Roma Katolik. Salah satunya adalah sekte Anabaptis yang mengambil sikap menolak baptisan anak dan mempraktekkan baptisan ulang secara selam, hal mana yang sangat dikecam oleh John Calvin. Pada masa Calvin, pemikiran sesat seperti itu berhasil dieliminir, dan para pengikutnya di re-convert. Namun di masa-masa sekarang, bisa kita saksikan bahwa pemikiran tersebut tumbuh begitu subur, bahkan berhasil menggoyahkan sendi-sendi teologi gereja mainstream sehingga banyak umatnya yang akhirnya bersedia dibaptis ulang. Sayang sekali gereja Tuhan tidak sanggup menjaga umatNya dari praktek yang sesat itu, bahkan banyak yang mengira bahwa praktek baptis ulang itu adalah sesuatu yang benar dan alkitabiah!!! Hmmmhh... (menghela napas).
Topik baptis ulang sudah saya bahas sebelumnya (saya bersyukur ada rekan yang akhirnya mengurungkan niatnya untuk menerima baptis ulang setelah membaca artikel tersebut). Kini saya ingin membahas isu baptisan anak yang sebetulnya lebih dasariah, yang akan berkutat pada 3 hal :
  1. Apakah kita sungguh-sungguh memahami makna baptisan?
  2. Apakah yang menjadi dasar alkitabiah dari baptisan anak?
  3. Mengapa kita tidak boleh hanya sekedar melakukan 'penyerahan anak'?

Yang pertama: tentang makna baptisan
Banyak gereja yang menolak baptisan anak karena menganut formula: 'mengaku dan  dibaptis'. Bagaimana mungkin anak-anak bisa mengaku imannya kepada Tuhan Yesus kalau mereka belum memiliki kemampuan 'untuk mengaku', wong masih anak bahkan masih bayi... Jangankan untuk mengaku, wong untuk makan dan mandi saja masih perlu dibantu orang tuanya! Jadi, baptisan anak itu nggak bener... Tunggu sampai mereka cukup dewasa dan cukup mampu utk menyadari pilihan keberimanan mereka kepada Tuhan Yesus, baru boleh dibaptis. Baptisan bukan main-main, betul???
Kelihatannya sih betul, tapi sebetulnya pemikiran tersebut memiliki kesalahan teologis yang fundamental! Apakah itu? Ya tentang makna baptisan? Ngerti nggak sih baptisan itu apa???
Dalam Alkitab, tidak dikenal formula: 'mengaku dan dibaptis', yang ada: 'mengaku dan diselamatkan' (baca Roma 10:10). Baptisan TIDAK menyelamatkan! Mau dibaptis berkali-kali di sungai Yordan pun nggak efek (malahan jadi berdosa karena jadi memper-ilah baptisan), karena yang menyelamatkan adalah PENGAKUAN. Orang yang nggak sempat dibaptis (perhatikan kata 'sempat' disini) namun kalau ybs sudah mengaku imannya kepada Tuhan Yesus, maka IA DISELAMATKAN! Bagi kita yang rajin membaca Alkitab directly (maksudnya yang langsung membaca Alkitab, bukan sekedar membaca buku-buku Kristen yang isinya banyak yang ngawur itu...yang penting bombastis supaya laku di pasaran), maka kita bisa menemukan referensi yang jelas, seperti kisah tentang salah seorang penjahat yang sama-sama disalibkan dengan Tuhan Yesus yang diselamatkan karena PENGAKUAN, tanpa pernah dibaptis! (baca Lukas 23:42-43).
Baptisan adalah TANDA dan METERAI, sesuatu yang nampak oleh mata umat, dan bersifat pribadi dan komunal:
  • pribadi: karena tanda dan meterai itu 'diterakan' pada diri seseorang dimana seseorang tersebut DI-DECLARE sebagai milik Kristus
  • komunal: karena baptisan dilakukan dihadapan jemaat, dan jemaat diminta untuk CONCERN pada pertumbuhan spiritualitas orang yang dibaptis itu. (Di GKI, baptisan selalu dilaksanakan di dalam sebuah ibadah umum, dan apabila ada baptisan darurat di rumah maka baptisan darurat itu akan diumumkan dalam Warta Jemaat, agar seluruh umat mengetahui dan mendukung ybs).
Itulah sebabnya, sekalipun hanya sebagai tanda dan meterai, baptisan tetap perlu dilakukan pada kesempatan-kesempatan terbaik, jangan menunggu menjelang ajal menjemput!

Sabtu, 04 Juni 2011

Cari Apa di Gereja?

Sebetulnya apa yang dicari orang di gereja?
Beberapa waktu terakhir ini saya sempat ngobrol dengan beberapa rekan yang dulu segereja dengan saya, namun sekarang sudah jarang nongol di kebaktian. Biasa, saya bertanya bagaimana kabarnya, kok sekarang jarang ke gereja, dlsb. Lucunya, rata-rata jawabannya - walaupun beda-beda kalimatnya - tapi isinya sama:
- Ada yang bilang: di GKI khotbahnya nggak mantep, dangkal, kurang nendang... (perlu ditendang kali nih orang biar berasa...)
- Yang lain bilang: wah... pujian-pujiannya kurang urapan, kering, nggak merasuk dihati....
- Trus ada juga yang bilang: di GKI saya nggak bertumbuh, kalo di gereja anu banyak acara pembinaannya, jadi saya lebih dapet sesuatu disana....
Masukan yang sangat real, manusiawi, tidak mengada-ngada. Jujur saya juga setuju dengan berbagai alasan itu. Tentu hal ini perlu menjadi refleksi bagi kita semua (yang merasa demikian) untuk dapat terus meningkatkan kualitas pelayanan kita.
Namun dibalik kebenaran alasan-alasan itu, ada satu hal yang perlu menjadi perenungan kita bersama: IBADAH ITU UNTUK TUHAN ATAU UNTUK KITA???
Ibadah adalah sebuah bakti kita kepada Tuhan, sebuah penaklukan diri di bawah kedaulatan Tuhan atas keseluruhan aspek dalam kehidupan kita. So ibadah tidaklah terbatas dalam waktu, tempat, dan tata cara tertentu; karena kapanpun, dimanapun, dan bagaimana-caranya-pun, sepanjang yang kita perbuat adalah di dalam kepatuhan kita kepada Tuhan, maka ITULAH IBADAH! Ibadah Minggu hanyalah sebagian kecil dari IBADAH, dimana selain ada tata cara tertentu yang meng-empower kembali IBADAH kita dalam hidup sehari-hari, juga ada sebuah aspek yang khas (dan tak tergantikan), yaitu: aspek persekutuan. Melalui persekutuan, seharusnyalah kita masing-masing saling meng-empower satu sama lain untuk terus bersemangat dan taat dalam IBADAH kita.
Apakah sampai disini kita setuju? Harus setuju, karena kalo tidak setuju berarti ada sesuatu yang salah dalam paradigma ibadah Anda!
Lalu, untuk apa kita masih mempermasalahkan tentang: khotbah yang dangkal, puji-pujian yang kering, ataupun acara pembinaan yang kurang mempertumbuhkan? Justru khotbah, puji-pujian, maupun acara-acara pembinaan yang terlalu yahud berpotensi menggeser makna ibadah yang UNTUK TUHAN itu menjadi UNTUK KITA, dan ini nggak ubahnya seperti sebuah ENTERTAINMENT!!!
Nggak heran kalau banyak gereja sekarang yang berani bayar mahal untuk menghadirkan pembicara kondang maupun pemusik profesional (yang belum tentu kita kenal sebagai pelayan-pelayan yang sudah lahir baru!)
Rekan-rekan, mari tempatkan IBADAH kita dalam mind-set yang benar, yaitu yang Alkitabiah. Janganlah kita beribadah UNTUK MENDAPATKAN SESUATU, tetapi beribadahlah UNTUK MEMBERIKAN SESUATU KEPADA TUHAN.

Ingat, Rasul Paulus pun sudah pernah mengingatkan bahwa akan datang waktunya dimana orang akan men-campur-aduk-kan ibadah dengan entertainment (baca 2 Timotius 4:3). Semoga bukan kita yang menggenapinya.
Salam berdaya!

Rabu, 01 Juni 2011

Beribadah di GKI Samanhudi

Minggu lalu (tanggal 29 Mei 2011) sebetulnya saya nggak ada rencana untuk beribadah di GKI Samanhudi. Malahan rencana semula saya adalah menyambangi sebuah jemaat GKI di daerah Jakarta Timur, karena seingat saya di jemaat tersebut diselenggarakan kebaktian hingga pk 19.00. Namun setelah saya konfirmasi ke sana, jam ibadah ternyata hanya sampai pk 17.00 saja (nggak sempat karena saya baru pulang kerja... ini asli bukan workaholic, terpaksa saja karena memang tugas). Jadi.... ya sudah ke GKI Samanhudi saja yang menyelenggarakan kebaktian pk 18.00, masih lumayan keburu....
Saya tiba terlambat sekitar 5 menit, sayang sekali karena saya nggak bisa melihat persiapan ibadah gereja tersebut. Untung saja 5 menit pertama adalah pembacaan warta lisan (seperti lazimnya gereja-gereja GKI), jadi saya bisa mengikui ibadah secara full. Surprise juga melihat ibadah sesore itu masih penuh pengunjung. Lantai 1 full, dan sebagian jemaat mengisi lantai 2 (balkon). Taksiran saya yang datang sore itu sekitar 500 orangan. Dan saya merasa lebih surprise lagi melihat begitu sedikitnya umat yang datang terlambat.... Hmmm, ini jelaslah menunjukkan kesadaran umat setempat yang cukup tinggi akan pentingnya datang beribadah tepat pada waktunya.
GKI Samanhudi memang salah jemaat GKI Sinode Wilayah Jabar yang cukup besar. Dari warta jemaat tidak tersedia informasi berapa banyak umat yang berbakti setiap minggunya. Namun setahu saya, nggak kurang dari 2000 hingga 2500 orang berbakti dalam kebaktian umumnya saja (mohon koreksi bila saya salah).
Minggu itu ternyata minggu dengan tema khusus, yaitu pengucapan syukur atas 50 tahun pelayanan Komisi Remaja... wow... generasi pertama KR berarti umurnya sudah 60 tahun lebih sekarang! Namun saya sungguh menikmati flow ibadah saat itu. Saya bersyukur kepada Tuhan karena diberi kesempatan untuk beribadah disana saat itu! Almost perfect!
Yang menonjol adalah tata ibadahnya. Basisnya tetap liturgi GKI yang standar, namun dipermak disana-sini dengan lagu-lagu yang mengalir, dikombinasi dengan pemutaran film, dan paduan suara.... nggak kalah impresif dibandingkan tata ibadah gereja kharismatik yang 'konon' lebih 'hidup'! Musiknya juga disajikan lebih atraktif dan 'bergizi', maksudnya betul-betul terdengar profesional. Memang saya tahu kalau jemaat tersebut memiliki SDM musik yang cukup mumpuni. Tapi sayang dengan kualitas sound systemnya.... sudah pakai speaker Bose, namun output suaranya terdengar agak cempreng, nggak bulat, dan nggak natural. Mungkin kurang setting saja.
Lain-lainnya nggak ada catatan khusus. Paling parkir yang agak susah karena di sore/malam hari, jalan Samanhudi itu menjelma menjadi pusat kuliner dengan tenda-tenda yang memenuhi badan jalan. Tapi ya itu bukan masalah besar, malah kita bisa langsung makan selesai ibadah.
Sekian saja sharing saya, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Salam berdaya!

Sabtu, 16 April 2011

Beribadah di GKY Mangga Besar

Hi Readers!
Setelah sempat off menulis selama beberapa waktu karena kesibukan saya di kantor maupun di gereja, kali ini saya kembali membagikan kunjungan ibadah saya dalam 'The Visitation'. Saya beruntung bisa mengunjungi salah satu gereja yang cukup besar di Jakarta, yaitu Gereja Kristus Yesus Jemaat Mangga Besar (disingkat GKYJMB). Dalam kunjungan ini saya kembali ditemani oleh senior saya, Bapak Ginarto Lukito, yang banyak memberi masukan untuk tulisan ini. Yuk kita mulai....

BACKGROUND
Saya pribadi walaupun bukan anggota jemaat maupun simpatisan, namun merasa cukup dekat dengan gereja ini. Mengapa? Karena sebetulnya gereja ini memiliki sejarah pendirian yang bersentuhan dengan GKI, terutama GKI Jabar. GKI Jabar dan Gereja Kristus memang bagaikan saudara kembar yang hingga kini pun masih memiliki hubungan yang cukup mesra, bahkan kami memiliki event rutin untuk melakukan tukar mimbar. Sebagai sama-sama gereja yang berlatar belakang Tionghoa, kedua saudara kembar ini kemudian bertumbuh dalam arah yang agak berbeda, dimana GKI Jabar kemudian lebih meng-indonesia (sekalipun masih menyisakan satu klasis yang mempertahankan ciri ke-tionghoa-annya) sementara Gereja Kristus agaknya masih mempertahankan identitas aslinya. Semula ada 2 jemaat Gereja Kristus di Jakarta yang cukup besar, yaitu Gereja Kristus Jemaat Ketapang (GKK) dan Gereja Kristus Jemaat Mangga Besar (GKJMB). Namun GKJMB ini kemudian bertumbuh sedemikian besarnya dengan membuka berbagai gereja rayon (seperti Rayon Pluit, Rayon Greenville, dst), bahkan memiliki seminari (STT Amanat Agung) dan sekolah musik (Gloriamus), sehingga akhirnya mereka pun memutuskan untuk keluar dari sinode Gereja Kristus dan membentuk sinode sendiri yaitu sinode Gereja Kristus Yesus (GKY). Saya sendiri pernah mencicipi sekolah di STT Amanat Agung dan short course di Gloriamus. Dan konon pertumbuhan GKY ini tidak terlepas dari penggembalaan yang brilian dari pendeta seniornya, yaitu Pdt. William Hosana. Dari Warta Jemaat yang cukup simpel, saya catat GKY kini telah memiliki 35 jemaat di dalam dan luar negeri, dengan total umat yang berbakti mencapai 14 ribu orang (di kebaktian umum saja)

PENYAMBUTAN
Saya datang di kebaktian yang 100% berbahasa Indonesia yaitu di kebaktian jam yang pertama (pk. 07.00). Setelah hampir terlambat karena nyasar di pasar (pasar Asemka?), akhirnya kurang 5 menit saya berhasil sampai di gereja tersebut. Gedungnya sendiri memang cukup mengesankan, begitu besar dengan pilar-pilarnya bak kerajaan Romawi. Tempat parkirnya pun cukup luas dan gratis... Good point! Memang masalah parkir ini sering kurang diperhatikan oleh banyak gereja, sehingga umat dibiarkan parkir di jalan bahkan berurusan dengan preman, atau sebaliknya malah dikenakan tarif parkir ala kantoran! Saya disambut oleh 2 orang usher di pintu masuk, dan langsung bergegas mencari tempat duduk karena ibadah akan segera dimulai.

SUASANA IBADAH
Sayang sekali saya tidak sempat mengamati apakah telah disediakan waktu bagi jemaat untuk bersaaat teduh. Namun suasana di dalam gedung gereja terasa cukup kondusif dan inspiratif untuk sebuah ibadah. Tempat duduk dibuat menurun, dengan mimbar pengkhotbah berdiri di tengah, dan disisi kirinya (dari sudut jemaat) disediakan tempat duduk bagi paduan suara, dan dikanannya tersedia TV layar lebar. Di sisi kanan kirinya berjajar jendela besar-besar yang bercahaya biru, dengan salib yang menjulang tinggi di belakang mimbar. Cukup mengesankan. Pencahayaan dan pengatur udara juga berfungsi dengan baik, sehingga sekalipun masih pagi namun udara tidak membuat jemaat kedinginan. Gejala jemaat datang terlambat ternyata juga terjadi disini! Tadinya saya berpikir kalau gereja sudah penuh saat saya tiba, tapi ternyata pas jam 7 baru kira-kira ruangan terisi seperempatnya, sampai saya berpikir: sepi banget ya...? Namun berangsur-angsur jemaat berdatangan sampai kira-kira 30 menit ibadah berjalan, hingga ruangan menjadi cukup terisi penuh oleh sekitar 700 orang-an. Nah, saya perhatikan lantai gereja ini tidak tertutup karpet sehingga bunyi sepatu orang yang lalu lalang (terutama jemaat yang telat maupun yang ke kamar kecil) cukup menimbulkan suara yang mengganggu jemaat. Baby room yang tersedia ternyata juga tidak terisi oleh mereka yang membawa baby, namun kebanyakan oleh mereka yang datang terlambat. Tidak tepat sasaran... namun okelah demi khidmatnya ibadah jemaat yang datang tepat waktu. (ternyata gereja ini juga sedang meng-kampanyekan Gerakan Ibadah Tepat Waktu). Catatan saya: pintu baby room itu ada masalah di engselnya sehingga menimbulkan suara yang keras saat di buka tutup. Bagi pembaca yang anggota jemaat GKYJMB mungkin bisa langsung sounding ke pengurus gereja untuk menyelesaikan masalah yang satu ini.

PENDUKUNG IBADAH
Saat ibadah berlangsung, saya perhatikan gereja ini memakai lagu-lagu yang mixed antara lagu-lagu hymn standar (dari buku PPK) dan lagu-lagu rohani populer. Kesan saya: jemaat kurang dapat menyanyikan lagu-lagu tersebut dengan baik, mungkin karena lagu-lagunya jarang dinyanyikan atau mungkin juga karena meng-kalimat-an lagu yang agak susah diikuti. Penanyangan notasi angka di multimedia juga kurang membantu karena nilai nadanya tidak terbaca dengan jelas. Paduan suara juga kurang terdengar suaranya saat menyanyi bersama jemaat, dan suara lebih didominasi oleh MC atau liturgos yang nyanyinya juga sering kurang tepat. Namun yang perlu diacungi jempol adalah: (1) kualitas sound system yang sangat bersih, jelas, tanpa feed back sedikit pun, bahkan suara grand piano pun terdengar cukup bulat dan natural; (2) musiknya walaupun minimalis: hanya menggunakan piano dan keyboard, namun cukup baik dan padu. Sayang sekali organnya tidak digunakan, karena dari informasi yang saya dengar, gereja ini memiliki organ klasik yang cukup oke.

KHOTBAH
Khotbah dimulai sekitar pk. 07.40 dan berakhir pk. 08.15, cukup singkat dan isinya cukup simpel dengan berbagai contoh yang cukup membumi. Saya tidak tahu apakah disengaja atau tidak, namun khotbah yang disampaikan ternyata related dengan pergumulan jemaat akan sebuah persekutuan doa yang diharapkan dapat diikuti oleh sebanyak mungkin anggota jemaat, seperti yang diutarakan dalam warta lisan. Kalau memang disengaja demikian maka saya sampaikan apresiasi atas upaya gereja ini untuk mendaratkan isi khotbah pada isu dan pergumulan yang berkembang alias content relevan dengan context gereja tersebut! Khotbahnya sendiri sebetulnya biasa-biasa saja, dengan gaya bebas yang tidak mengacu pada perikop tertentu namun langsung me-refer ke beberapa ayat yang berkaitan dengan pembahasan. Tipikal khotbah seperti ini jelas bentuk khotbah yang lebih sederhana ketimbang khotbah leksionaris yang musti mengacu pada satu atau beberapa rangkaian pembacaan Alkitab. Dan satu hal lagi, kehadiran gembala sidang untuk membacakan warta lisan jelas merupakan teladan yang perlu diikuti oleh para gembala sidang di berbagai gereja termasuk GKI! Mengapa? Karena gembala sidang yang mengundang jemaatnya untuk hadir dalam acara ini-itu jelaslah menunjukkan dirinya sebagai seorang gembala yang concern! Memang kepemimpinan gereja tidaklah dimonopoli oleh pendeta karena pastilah ada penatua atau diaken. Namun tidaklah dapat dihindarkan kecenderungan untuk melekatkan pribadi pendeta dengan gereja yang dilayaninya yang tidak dapat tergantikan oleh penatua atau diaken! Bagaimanapun juga, undangan seorang gembala sidang akan lebih berkesan ketimbang undangan seorang penatua atau diaken!

PELAYANAN PENATUA
Seperti kebanyakan gereja yang berlatar belakang Tionghoa, keberadaan penatua nyaris kurang terlihat, tidak seperti di GKI yang selalu menyediakan tempat duduk khusus di dekat mimbar untuk para penatua. Namun saya perhatikan para petugas yang mengenakan jas cukup banyak kelihatan, dan cukup sigap membantu jemaat misalnya dalam pengumpulan persembahan. Dan ada satu hal yang unik, yaitu di dekat pintu masuk ternyata disediakan sebuah loket mirip kasir bioskop, tempat jemaat memberikan persembahan yang bukan persembahan kolekte. Mungkin loket itu untuk menerima persembahan bulanan atau persepuluhan. Cukup unik dan transparan, karena tentu saja jemaat dapat langsung memastiklan bahwa persembahannya sudah diterima dengan baik.

Demikian sedikit catatan kunjungan ibadah saya, mohon maaf bila ada kata-kata yang kurang berkenan. Mari kita jadikan catatan ini sebagai referensi untuk perbaikan pelayanan di gereja kita masing-masing. Salam berdaya!

Minggu, 13 Februari 2011

Beribadah di GDI Gatot Subroto

Dalam kesempatan visitasi kali ini, saya berkesempatan mengunjungi sebuah gereja yang beraliran karismatik yaitu: Gereja Duta Injil (GDI) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Jakarta. Selain bersama istri, saya juga ditemani oleh Bapak Ginarto Lukito. Dia adalah seorang aktivis GKI Nurdin, dengan pelayanan di bidang musik, penerbitan, bahkan termasuk salah seorang perintis penginjilan di Nusa Kambangan. Visitasi ke GDI ini juga merupakan usulan beliau karena beliau menilai gereja tersebut memiliki performance musik yang bagus.

Sebagai ulasan atas visitasi ini, saya menggunakan Formulir Evaluasi Kebaktian yang dikembangkan oleh Majelis Jemaat GKI Nurdin, sebagai sebuah alat bantu untuk menganalisis performance peribadatan. Mengapa perlu di analisis? Karena suatu peribadatan - yaitu Ibadah Minggu - seharusnya ditujukan untuk mem-perjumpakan umat kepada Tuhan, sehingga perlulah ibadah diselenggarakan dengan serius dan all-out, dengan mengerahkan segala daya upaya yang terbaik dari segenap unsur dan pelayannya. Melalui Formulir Evaluasi Kebaktian ini, secara komprehensif dianalisis 5 aspek peribadatan, yaitu: Penyambutan, Suasana Ibadah, Pendukung Ibadah, Khotbah, dan Pelayanan Penatua, yang di-break down lagi ke dalam 25 item penilaian.

Mari kita mulai.

BACKGROUND

Terus terang saya tidak memiliki referensi tentang sejarah pendirian, tendensi teologi, struktur kemajelisan, dan lain sebagainya. Namun saya memiliki seorang teman yang mantan penatua di salah satu jemaat GKI yang pindah ke GDI dan memberikan kesan yang positif terhadap gereja ini yaitu: moderate-charismatic church. Jadi ada kesan yang nyaris tidak terlalu besar perbedaannya dengan gereja-gereja modern-mainstream seperti GKI yang juga sudah sangat terbuka dengan gaya-gaya peribadatan yang lebih inovatif. Dan kesan pertama saat saya beribadah di GDI memang seperti itu:
1. Banyak dihadiri oleh orang tua, ini GKI banget
2. Sekalipun menggunakan band, namun musiknya jauh dari hingar bingar, terdengar pas nggak berlebihan
3. Ada ruang untuk partisipasi jemaat dalam liturgi, dimana jemaat tidak hanya just follow atau bahkan just entertained, namun jemaat juga turut dilibatkan, misalnya:
- tiap doa, pasti diakhiri dengan ajakan kepada jemaat untuk sama-sama mengatakan 'amin'
- Worship Leader dan Singer tidak mendominasi pujian/penyembahan, saya catat ada 2 kali kesempatan dimana WL mempersilakan jemaat untuk menyanyi sendiri
- Yang unik adalah saat liturgi Perjamuan Kudus, dimana saat pendeta mengatakan 'Inilah TubuhKu yang dipecahkan... dst', maka seluruh jemaat (yang sudah memegang hosti) secara otomatis turut memecahkan hosti yang dipegangnya (ditekan dengan ibu jari)      
Ini saja yang bisa saya tulis dalam background, mungkin ada pembaca yang anggota GDI yang mau melengkapi, silakan post komentar Saudara.
PENYAMBUTAN
Kami tiba kira-kira 15 menit sebelum ibadah dimulai. Suasana masih sangat sepi, mungkin karena masih pagi dan cuaca turun hujan gerimis. Mobil dapat parkir dengan mudah (karena masih sepi), dan akses lift yang membawa kami ke lantai 11 (yakni lantai tempat ibadah GDI) pun tersedia dengan baik. Sampai di lantai tujuan, saya perhatikan bahwa pintu masuk ke dalam ruang ibadah ada 3 buah, dan saat itu hanya 2 pintu yang dijaga masing-masing oleh seorang penerima tamu (bahkan salah satunya tampak seperti seorang pendeta). Nggak ada yang istimewa dengan penyambutan ini, bahkan terkesan agak kaku, lebih terfokus pada pembagian warta jemaat.
SUASANA IBADAH
Saat kami masuk ke dalam (waktu itu kira-kira sudah kurang 5 menit), suasana masih begitu sepi. Namun suasana ibadah sudah mulai terbangun dengan diputarnya musik teduh. AC nya dingin sekali, mungkin lain kali kalau datang ke ibadah pagi musti bawa baju hangat. Jam ibadah yang seharusnya dimulai pk 08.00 ternyata molor sampai 10 menit, mungkin masih menunggu kehadiran jemaat yang saat itu juga masih sedikit. Ternyata jemaat datang terlambat pun di alami di gereja ini. Bahkan sampai kira-kira pk. 08.30 masih saja ada jemaat yang datang! Namun untungnya karena ruangannya nggak terlalu besar dan akses masuk yang tersedia cukup banyak, maka kehadiran jemaat yang terlambat ini nggak terlalu mengganggu suasana ibadah. Bahkan saya nyaris nggak memperhatikan, tahu-tahu menjelang khotbah ruangan sudah cukup penuh.
PENDUKUNG IBADAH
Saya nilai, seluruh pendukung ibadah seperti worship leader (WL), singer, pemusik, sound system, dan multimedia semua berjalan dengan baik. Dan saya acungkan jempol bagi multimedia karena tampilannya sangat membantu pujian jemaat, yaitu teks lagu ditempatkan di atas sehingga hampir dapat dilihat oleh seluruh jemaat tanpa terhalang orang di depannya. Namun satu catatan: saya kok merasa pujian jemaat kurang energi, alias nyanyinya setengah suara. Mungkin karena suara WL nya terlalu keras, bahkan suara singer (ada 4 orang) pun nyaris tidak terdengar, dan nada dasarnya sering terlalu rendah (mungkin menyesuaikan dengan warna suara WL yang cenderung alto). 
KHOTBAH
Khotbah disampaikan dengan durasi sekitar 1 jam. Cukup baik, dengan didukung oleh  tayangan multimedia dan mengambil banyak kutipan perkataan dari tokoh-tokoh terkenal (tak kurang ada 17 perkataan yang dikutip!). Mungkin pendetanya memang suka membaca, khotbahnya jadi menarik sekali, mendalam, dan tidak membosankan, sehingga waktu yang 1 jam itu dapat berlalu tanpa terasa. Saya sempat berpikir bahwa ini khotbah yang sangat baik, bahkan too perfect! Mudah-mudahan khotbah tsb bukan khotbah tape recorder alias khotbah yang terus-menerus dibawakan kemana-mana. Ada pengaruh sedikit ajaran Arminian dan Teologi Sukses (bahkan temanya pun mirip dengan tema-tema motivational seminar: “menjadi pribadi yang berpengaruh”). Tapi… okelah, mungkin topic-topik seperti itu yang kontekstual dengan kebutuhan jemaat setempat.
PELAYANAN PENATUA
Nyaris nggak kelihatan ada penatua disana, mungkin karena saya memang tidak tahu, atau karena memang nggak ada. Namun saat perjamuan kudus diselenggarakan, saya yakin yang melayani jemaat saat itu adalah para penatua atau majelis Mimbar lebih banyak ‘dikuasai’ oleh WL dan pendeta. Bahkan saya mencatat ada 3 orang pendeta yang secara bergantian bertugas: yang khotbah, yang memimpin perjamuan kudus, dan yang menyampaikan doa berkat. Well, mungkin karena GDI memang bukan gereja yang memiliki struktur kepemimpinan presbyterial-sinodal. Namun secara overall saya merasakan semuanya berjalan dengan baik. Bahkan saat ibadah berakhir pun kami masih menikmati pelayanan yang lain, yaitu jamuan minum teh/kopi dan snack, serta kesempatan untuk ber-fellowship satu sama lain. Hmmm… pemandangan yang nggak lazim di sebuah gereja karismatik yang selama ini saya kenal saling cuek satu sama lain. Semoga ruang untuk ber-fellowship ini terus dipertahankan.
Di bawah ini, Bapak Ginarto juga menyampaikan beberapa catatannya:    
PENYAMBUTAN

Biasa, tidak ada yang istimewa. Para penyambut tamu menyalami jemaat yg baru datang dan membagikan Warta Gereja. Sesekali mereka menunjukkan tempat duduk yang kosong.
MUSIK DAN WORSHIP LEADER
  • Sebagai pengiring pujian selama ibadah, secara keseluruhan musik dimainkan dengan sangat baik. Semua pemain band memainkan alat musiknya dalam kerjasama yang rapi, volume suara musik tidak terlalu keras tapi cukup membuat jemaat dapat mengikuti alunan musik dalam menaikkan puji-pujian.
  • Suara keempat backing vocalist cukup terdengar meskipun agak "tertutup" suara WL (Worship Leader) yang agak terlalu keras.
  • Suara WL sangat dominan dalam memandu jemaat bernyanyi. Jemaat menaikkan setiap pujian dengan semangat.
  • Ada satu lagu (kalau tidak salah "S'bab Dia hidup") yang dimainkan dengan irama Latin (bossa) yang kurang cocok
  • Penampilan WL & backing vocalist sangat rapi (dari pakaian).
PERJAMUAN KUDUS

Pengaturan dan pelayanan PK pada prinsipnya cukup bagus. Roti (hosti) dan anggur dibagikan ke jemaat sekaligus, bukan roti dulu baru anggur. Kalimat-kalimat pengantar dari Pendeta yang memimpin PK cukup bagus.
KHOTBAH

Kotbah disampaikan dengan sangat menarik.
  • Suara Pendeta yang berkotbah cukup jelas dengan dinamika mengikuti penekanan isi kotbah, kadang diseling dengan lelucon yang ringan.
  • Visualisasi kotbah dengan slide dari multimedia membantu jemaat lebih mengerti apa yang sedang disampaikan Pendeta.
  • Contoh & referensi yang mengaitkan ayat-ayat alkitab dengan kejadian-kejadian nyata). Contoh yang diberikan sangat membantu jemaat memahami isi kotbah.
  • Wawasan pengetahuan Pendeta cukup luas di luar bidang theologia, didukung kemampuan berbahasa Inggris.
Secara umum, suasana kebaktian cukup baik.
Demikian catatan kami, semoga berguna bagi kita semua.
Salam berdaya!

Sabtu, 12 Februari 2011

Chord NKB 230 – uncomplete

Berderaplah Satu – Himne GKI

Berderaplah satu, pertegap langkahmu!
Junjunglah panggilanNya, perjuangkan kasihNya!
Bergandengan erat, rintanganmu berat,
‘tuk masyhurkan beritakan perdamaian kekal.
Kristus adalah Kepala G’rejaNya,
RohNya pun tetap membimbing umatNya.
Berbarislah utuh, bersatulah teguh,
hai seluruh Gereja Kristen Indonesia!

Majulah serentak dengan langkah tegap
dan berdoa, berkarya dalam hidup semesta!
Dengan iman teguh, kerahkan dayamu,
kebenaran wujudkan demi sesamamu!
Kristus adalah Kepala G’rejaNya,
RohNya pun tetap membimbing umatNya.
Berbarislah utuh, bersatulah teguh,
hai seluruh Gereja Kristen Indonesia!

Chord NKB 229 – uncomplete

Amin

Amin.

Chord NKB 228 – uncomplete

Amin

Amin, amin, amin.

Chord NKB 227 – uncomplete

Amin

Amin, amin, amin,
amin, amin, amin.

Chord NKB 226 – uncomplete

Amin, Haleluya!

Amin, haleluya! Amin, haleluya!
Terpuji namaMu! Amin, haleluya!

Chord NKB 225 – uncomplete

Haleluya! Amin!

Haleluya, haleluya, haleluya, haleluya, haleluya!
Amin, amin, amin!

Chord NKB 224 – uncomplete

Haleluya, Haleluya, Amin

Haleluya, haleluya, amin, amin.

Chord NKB 223 – uncomplete

Haleluya

Haleluya, haleluya, haleluya, haleluya!

Chord NKB 222 – uncomplete

Haleluya

Haleluya, haleluya, haleluya.

Chord NKB 221 – uncomplete

Kiranya Anug’rah Kristus

Kiranya anug’rah Kristus, kasih Allah abadi,
dan karunia Roh Kudus atas umat diberi.

Ketiganya jadi satu, Dia Allah yang esa,
umatNya pun bersekutu, indah tiada bandingnya.

Chord NKB 220 – uncomplete

Utus Daku, Tuhan Yesus

Utus daku, Tuhan Yesus,
utus daku, utuslah.

Bimbing daku, Tuhan Yesus,
bimbing daku, bimbinglah.

Ubah daku, Tuhan Yesus,
ubah daku, ubahlah.

Chord NKB 219 – uncomplete

Satu Tanah Air

Satu tanah air, satu bangsa, dan satu dalam bahasa.
Indonesia kebanggaanku, engkaulah tanah airku.
Alam indah mempesona, suku bangsa beraneka,
budayanya sungguh kaya, karya agung Sang Pencipta.
Mari kita semuanya menghayati maknanya,
satu tanah air kita, satu bangsa dan bahasa.

Chord NKB 218 – uncomplete

Indonesia, Tanah Airku

Indonesia, tanah airku indah dan megah;
sawah ladang pun lautnya kaya dan permai.
Jaya makmur dan sentosa s’luruh rakyatnya.
Refrein:
Pada Dikau ya Tuhanku, ‘ku panjatkan syukur,
atas rahmat dan anug’rah bagi bangsaku.
O, berkatilah neg’riku Indonesia.

Jasamu, pahlawan bangsa, ‘ku kenang terus,
kar’na ‘kau telah memb’rikan jiwa-ragamu,
agar bangsa dan neg’riku aman dan tent’ram.
(Reff)

Chord NKB 217 – uncomplete

Semua yang Tercipta

Semua yang tercipta, hai alam semesta,
agungkan nama Tuhan dan puji kasihNya.
Matahari, bulan, bintang, burung-burung, ikan-ikan,
seluruh margasatwa di gunung dan lembah.

Semua manusia, hai ikutlah serta
memuji kasih Tuhan yang agung mulia.
Dalam Yesus, puteraNya, kita s’lamat selamanya;
segala sesuatu dibaharuiNya.

Sekarang menderita seisi dunia
dan dosa manusia mengakibatkannya.
Tapi Yesus pun sengsara bagi kita yang bersalah,
terhapus dosa kita di salib Golgota.

Ya Yesus, Tuhan kami, ‘Kau bangkit mulia;
pun kami ‘Kau bangkitkan, baptisan tandanya,
agar kami menerima hidup baru tak terkira
dan kami jadi saksi di alam semesta.

Semua yang tercipta, hai alam semesta
agungkan nama Tuhan dan puji kasihNya.
Oleh Yesus disampaikan pengampunan, pendamaian.,
kelak di bumi baru genap semuanya.

Chord NKB 216 – uncomplete

Tuhan, Engkaulah Hadir

Tuhan Engkaulah hadir di dalam hidupku;
sama dengan udara ‘ku hirup kasihMu.
Dalam denyut jantungku kuasaMu bekerja;
tubuh dan panca indra, ‘Kau menggerakkannya.
Refrein:
Dikau yang ‘ku kasihi dalam sesamaku
Dikau yang aku puji dalam ciptaanMu!

Juga di pekerjaan, ‘Kau, Tuhan, beserta,
juga Engkau dengarkan lagu keluh-kesah;
lagu mesin dan martil bising dan menderu,
lagu peras keringat naik kepadaMu.
(Reff)

Di dalam suka-duka ‘Kau ingin beserta,
turut memperjuangkan damai sejahtera.
‘Kau datang dalam Kristus, dosa dihapusNya.
Dalam kerajaanMu ‘Kau ubah dunia.
(Reff)

Chord NKB 215 – uncomplete

Nyanyikanlah Kidung Baru

    Refrein: Nyanyikanlah kidung baru serta nantikan janji Tuhanmu. Nyanyikanlah kidung baru serta nantikan janji Tuhanmu.
Hai s’luruh makhluk angkat suaramu!
Bersuka dan pujilah Tuhanmu
setiap saat dan di mana pun.
Masyhurkanlah keagunganNya!
(Reff)

Lembah, gunung, dataran yang rendah,
binatang liar, unggas, dan ternak,
halimun, badai, hujan, dan petir
memancarkan kekayaanNya.
(Reff)

Samud’ra, danau, sungai yang deras,
telaga, mata air yang jernih,
segala ikan juga isi laut
memancarkan keluhuranNya.
(Reff)

Segala pohon dalam musimnya,
kenanga, mawar, bakung, dahlia,
sedap malam, cempaka, dan melur
memancarkan keagunganNya.
(Reff)

Telinga, mata, tangan, dan benak
dengan bahasa, angka, dan simbol
di dalam karya, doa, dan jeda
memancarkan kebijakanNya.
(Reff)

Dan kasih antar pria wanita,
segala hikmat, akal yang cerdas,
keadilan dan kebenaran pun
memancarkan kemuliaanNya.
(Reff)

Chord NKB 214 – uncomplete

Tuhan, ‘Kau Telah Kurniakan Kami

Tuhan, ‘Kau telah kurniakan
kami alam ini dan seisinya
untuk kehidupan yang serasi,
timbal balik saling memberi

Oleh ulah yang tak terkendali,
dan serakah yang memalukan;
alam dikeruk, terkuras habis,
tak peduli hari esoknya.

Alam tidak lagi bersahabat,
bangkitlah amarah, mendera.
O, gempa dan banjir mahadahsyat,
disebarnya maut dan resah.

Alam raya, ‘Kaulah Penciptanya,
‘Kau menata indah berseri.
Tuhan, bangkitkan semangat kami;
cinta Dikau, cinta karyaMu.

Chord NKB 213 – uncomplete

Kita Sudah Ditebus OlehNya

Kita sudah ditebus olehNya,
kini layanilah Mukhalismu.
Maju t’rus dan kibarkan panjiNya,
sanjung Rajamu!
Refrein:
Mari bawa padaNya segenap talentamu
serta hidup mengikuti firmanNya!
Taat dan setialah walau sukar jalanmu,
hidup kudus agar kasihNya pun nyatalah!

Waktu suka atau waktu duka,
walau badai datang melandamu;
Janganlah jemu melayaniNya,
sanjung Rajamu!
(Reff)

Dan layanilah dengan setia,
jangan dosa sampai menghalangmu.
Junjunglah terus kebenaranNya,
sanjung Rajamu!
(Reff)

Chord NKB 212 – uncomplete

Sungguh Inginkah Engkau Lakukan

Sungguh inginkah engkau lakukan hal besar?
Jangan tunggu tiba saatnya.
Kini tugasmu kerjakan dengan baik benar.
Jadilah suluh dunia!
Refrein:
Jadilah suluh dunia!
Jadilah suluh dunia!
Mungkin ada yang terhibur kar’na sinarnya.
Jadilah suluh dunia!

‘Kau pun dapat mengenyahkan awan yang gelap
bagi hati susah dan resah.
‘Kan dirasakannya penghiburan yang sedap.
Jadilah suluh dunia!
(Reff)

Tiap talentamu pasti ada artinya
bila mencerminkan kasihNya.
Barang yang kecil pun sungguh ada gunanya.
Jadilah suluh dunia!
(Reff)

Chord NKB 211 - uncomplete

Pakailah Waktu Anug'rah Tuhanmu

Pakailah waktu anug’rah Tuhanmu,
hidupmu singkat bagaikan kembang.
Mana benda yang kekal di hidupmu?
Hanyalah kasih tak akan lekang.
Refrein:
Tiada yang baka di dalam dunia,
s’gala yang indahpun akan lenyap.
Namun kasihmu demi Tuhan Yesus
sungguh bernilai dan tinggal tetap.

Janganlah sia-siakan waktumu,
hibur dan tolonglah yang berkeluh.
Biarlah lampumu t’rus bercahaya,
muliakanlah Tuhan di hidupmu.
(Reff)

Karya jerihmu demi Tuhan Yesus,
‘kan dihargai benar olehNya.
Kasih yang sudah ‘kau tabur di dunia,
nanti ‘kau tuai di sorga mulia.
(Reff)

Chord NKB 210 - uncomplete

'Ku Utus 'Kau

‘Ku utus ‘kau mengabdi tanpa pamrih,
berkarya t’rus dengan hati teguh,
meski dihina dan menanggung duka;
‘Ku utus ‘kau mengabdi bagiKu.

‘Ku utus ‘kau membalut yang terluka,
menolong jiwa sarat berkeluh,
menanggung susah dan derita dunia.
‘Ku utus ‘kau berkurban bagiKu.

‘Ku utus ‘kau kepada yang tersisih,
yang hatinya diliputi sendu,
sebatang kara, tanpa handai taulan.
‘Ku utus ‘kau membagi kasihKu.

‘Ku utus ‘kau, tinggalkan ambisimu,
padamkanlah segala nafsumu,
namun berkaryalah dengan sesama.
‘Ku utus ‘kau bersatulah teguh.

‘Ku utus ‘kau mencari sesamamu
yang hatinya tegar terbelenggu,
‘tuk menyelami karya di Kalvari.
‘Ku utus ‘kau mengiring langkahKu.

Coda:
Kar’na Bapa mengutusku, ‘Ku utus ‘kau

Chord NKB 209 – uncomplete

Simaklah, Hai Pemuda!

Simaklah hai pemuda!
Dunia menantang engkau.
Jangan lesu, cepat seg’ra!
Mari berjuang terus!
Refrein:
Tiada penghalang, tiada perintang,
kita berjuang pasti menang.
Mari pemuda, ikut seg’ra,
raih kejayaanmu!

Tidakkah ‘kau menyimak tangis,
jerit yang pedih,
dari derita dan cela?
Mari berjuang terus!
(Reff)

Lihatlah yang mengancam
rakyat kecil dan lemah;
pun kejahatan merebak.
Mari berjuang terus!
(Reff)

Lawan dan yang tersisih
rindu ‘kan dimengerti;
yang lemah ingin dibela.
Mari berjuang terus!
(Reff)

Apa pun kita buat,
Yesus teladan benar
dalam kebaikan, kasih pun.
Mari berjuang terus!
(Reff)

Chord NKB 208 – uncomplete

Tabur Waktu Pagi

Tabur waktu pagi, tabur benih kasih,
tabur waktu siang t’rus sampai senja.
Nantikan tuaian pada musim panen,
kita ‘kan bersuka bawa berkasNya.
Refrein:
Bawa berkasNya masuk lumbungNya,
kita ‘kan bersuka bawa berkasNya.
Bawa berkasNya masuk lumbungNya,
kita ‘kan bersuka bawa berkasNya.

Di terik sang surya, di g’lap bayang awan
kita pun menabur, riang bekerja.
Nanti panen tiba, tugas akan usai,
kita ‘kan bersuka bawa berkasNya.
(Reff)

Maju walau sukar, tabur bagi Tuhan,
biar jiwa raga susah dan lelah.
Sampai akhir nanti kita disambutNya,
kita ‘kan bersuka bawa berkasNya.
(Reff)

Chord NKB 207 – uncomplete

Taat, Setia, Bertekad yang Bulat

Taat, setia, bertekad yang bulat,
itulah janji Tuhan padamu.
Di bawah panji yang mulia berdaulat,
kami ‘kan angkat perang bagimu.
Refrein:
Angkat semboyan, jangan diamkan!
Tiup serunai dan maju terus!
Angkat semboyan, jangan diamkan!
Kristuslah Raja serta Penebus!

Taat, setia, teguh bersekutu
dengan Engkau, ya Pemimpin besar.
Kar’na penuh kasih sayang padaMu
kami sedikit pun tidak gentar.
(Reff)

Taat, setia, ya Raja abadi,
pimpinlah kami berjuang terus.
Tundukkanlah kehendak hati kami,
buat di sana takhtaMu kudus.
(Reff)

Chord NKB 206 – uncomplete

Mercusuar Kasih Bapa

Mercusuar kasih Bapa
memancarkan sinarNya.
Namun suluh yang dipantai,
kitalah penjaganya.
Refrein:
Pelihara suluh pantai
walau hanya k’lip kelap.
Agar tiada orang hilang
di lautan yang gelap.

Malam dosa sudah turun,
ombak dahsyat menyerang.
Banyaklah pelaut mengharap
sinar suluh yang terang.
(Reff)

Peliharalah suluhmu,
agar orang yang cemas,
yang mencari pelabuhan,
dari mara terlepas.
(Reff)

Chord NKB 205 - uncomplete

Dalam Dunia yang Gelap

Dalam dunia yang g’lap karena dosa,
banyak jiwa terancam kuasa maut.
Siapa yang mau menyampaikan berita
hal kes’lamatan dari Anak Daud?
Refrein:
“Kuasa t’lah dib’ri padaKu.
Kuasa t’lah dib’ri padaKu.
Masyhurkanlah Injil ke seluruh dunia,
selalu ‘Ku besertamu.”

Hai lihatlah, terbuka pintu dunia,
laskar Kristus, hai bangkit, masuklah!
Satukanlah tenagamu semua
dan Injil Kristus pun masyhurkanlah!
(Reff)

‘Kau tak perlu binasa kar’na dosa,
Allah telah memb’rikan AnakNya.
Orang benar tiada ‘kan binasa,
maka masyhurkanlah t’rus InjilNya!
(Reff)

Hari Tuhan tak akan lama lagi
kalau semua lidah berseru:
“Haleluya! ‘Kau Allah Mahatinggi!”
Mari, agungkan Dia, Rajamu!
(Reff)

Chord NKB 204 – uncomplete

Di Dunia yang Penuh Cemar

Di dunia yang penuh cemar;
antara sesamamu
hiduplah saleh dan benar.
Nyatakan Yesus dalammu.
Refrein:
Nyatakan Yesus dalammu,
nyatakan Yesus dalammu;
sampaikan Firman dengan hati teguh,
nyatakan Yesus dalammu.

Hidupmu kitab terbuka
dibaca sesamamu;
apakah tiap pembacanya
melihat Yesus dalammu?
(Reff)

Di sorga ‘kau kelak
senang berjumpa sahabatmu,
berkat hidupmu dalam t’rang.
Nyatakan Yesus dalammu.
(Reff)

Hiduplah kini bagiNya,
berjiwa tetap teguh;
bimbinglah orang tercela
melihat Yesus dalammu.
(Reff)