Di depan sudah dijelaskan bahwa khotbah adalah penguraian Firman Tuhan. Sebuah khotbah yang baik tidak mengikat jemaat kepada khotbah itu sendiri (maksudnya membuat jemaat merasa cukup hanya dengan mendengarkan khotbah), namun harus terus memotivasi dan mendorong jemaat untuk langsung, tekun, dan teratur membaca Alkitab. Selain itu, sebuah khotbah yang baik seharusnyalah memiliki bahasa yang tidak hanya sederhana (mudah dipahami oleh umat awam) dan aplikatif (nggak teoriiii melulu), namun juga memiliki muatan teologi yang sesuai teologi gereja setempat.
Bagian yang terakhir (yaitu 'sesuai teologi gereja setempat') menjadi isu yang ingin saya angkat dalam bagian ini. Mengapa? Karena teologi merupakan salah satu jati diri sebuah gereja, sehingga saat kita mulai memikirkan untuk mencapai apa yang 'disana' (yaitu visi), maka kita perlu memahami titik berangkat kita, termasuk pemahaman atas 'siapa diri kita', dan bagaimana 'kita' memberdayakan diri kita sendiri untuk bergerak mencapai visi.
Bukan rahasia kalau masalah teologi sering menjadi salah satu penghambat pelayanan gereja, yaitu saat para teolog suatu gereja memutuskan untuk 'mengembangkan teologi gereja setempat' sedemikian rupa sehingga 'melayang terlalu jauh dari landasannya' yaitu apa yang disebut di atas sebagai jati diri gereja. Akibatnya adalah keributan terus-menerus yang menghabiskan waktu dan melemahkan gereja dalam menjalankan panggilannya. Kita tentu setuju bahwa tiap gereja memiliki sejarah perkembangan dan teologi yang memperkembangankannya. Nah, saat masa lalu berganti dengan masa kini, dengan berbagai perkembangan dan perubahannya, apakah warisan sejarah dan teologi masa lalu itu boleh dianggap sebagai barang kuno/usang bahkan tidak relevan lagi dengan kekinian, sehingga sah digusur oleh sesuatu yang dianggap lebih mutakhir dan relevan? Kalaupun tidak 'digusur', tetapi ditambahkan 'bumbu yang begitu banyak' sehingga natur aslinya menjadi berubah atau berbeda.
Saya ingin mengajak kita semua untuk: menghargai sejarah dan menghormati apa yang telah ditorehkan dalam sejarah, termasuk bagaimana sebuah gereja dibentuk oleh konsep teologi tertentu. Tentulah tidak ada orang yang mau dianggap 'tidak menghargai' dan 'tidak menghormati', boleh-boleh saja menyangkal demikian. Namun indikatornya jelas dan mudah, yaitu: sejauh mana kita telah berusaha untuk mempelajari konsep teologi gereja kita 'yang asli' sebelum kita 'berani' mengubah atau menambahinya dengan teologi yang Anda anggap lebih relevan, kontekstual, dan up to date! Silakan dijawab sendiri! Mari bicara tentang GKI (dan gereja Saudara masing-masing). Kalau GKI telah ditanam sebagai sebuah gereja Reformasi yang bercorak Calvinis, maka hargailah teologi GKI yang bercorak Calvinis, dan jangan 'menghakimi' bahwa Calvinisme - dengan ciri khasnya: ajaran mengenai Predestinasi - itu sudah tidak relevan dengan globalisasi masa kini yang berkaitan secara tidak langsung dengan munculnya pluralisme agama. Bukan rahasia lagi bahwa banyak teolog GKI yang mulai meninggalkan Calvinisme dan memasukkan teologi-teologi impor ke dalam GKI yang akhirnya membuat teologi GKI menjadi tidak jelas, dan nyaris tidak memiliki warna yang khas lagi. Pastilah ada yang berkomentar demikian: apa yang salah dengan teologi warna-warni yang nggak perlu 'khas'? Kan jadi bagus, indah, dan lengkap, dimana kekayaan teologi yang berbagai macam itu dikombinasi menjadi teologi bersama (ekumenis) yang bisa diterima semua pihak dan aliran. Nanti dulu Saudara, itu bukanlah pokok persoalannya! Pokok persoalannya adalah: sudahkah kita memahami teologi khas kita sebelum kita 'rela menduakan'nya dengan pemahaman lain yang seringkali berbeda perspektifnya.
Ambil contoh mengenai predestinasi yang sangat khas Calvinis. Ajaran predestinasi ini sering menjadi 'sasaran tembak', dengan menonjolkan wajah arogan umat Calvinis yang sepertinya merasa benar dan selamat sendiri, sedang yang lain adalah umat yang terkutuk dan calon penghuni Kerajaan Neraka! Itulah yang menyebabkan Teologia Calvinistik sering dianggap eksklusif, sombong, dll... sehingga harus digusur... Demi perikehidupan dunia yang lebih baik dan bersahabat... Sebetulnya tidak demikian! Seorang penganut Calvinisme yang sejati tidak akan menghakimi saudaranya yang penganut Arminianisme atau Katolikismen, pun terhadap mereka yang beragama lain, sebagai 'calon penghuni kerajaan neraka'. Mengapa?
Pertama, karena Calvinisme percaya bahwa teologi tidak menyelamatkan, hanya Tuhan yang menyelamatkan, dan penyelamatan Tuhan itu 100% ditentukan oleh Allah tanpa sedikitpun kontribusi manusia.
Kedua, ajaran Predestinasi TIDAKLAH MUNGKIN membuat seorang Calvinis Sejati menjadi eksklusif dan sombong! Mungkin seorang Calvinis Palsu yang hanya setengah bahkan seperempat memahami teologi ini bisa menjadi eksklusif dan sombong, seperti pepatah mengatakan: 'tong kosong nyaring bunyinya'! Seorang Calvinis Sejati justru niscayanya menjadi seorang yang inklusif dan rendah hati. Mengapa?
- Karena kita sebetulnya TIDAK PERNAH TAHU siapa sebetulnya orang yang dipilih dan orang yang ditolak. Mungkinkah sedikit orang yang dipilih? Ya mungkin! Mungkinkah banyak bahkan semua orang dipilih? Ya mungkin! Kan yang tahu dan yang memilih itu Sang Pemberi Keselamatan itu sendiri, bukan kita! Jangan-jangan kita yang selama hidup aktif melayani Tuhan, menjadi penatua, menjadi pendeta, bahkan menjadi penjala ribuan manusia untuk Tuhan, menjelang ajal menjemput justru berbalik menyangkal Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Jurus'lamat kita! Sebaliknya mereka yang kita cap 'kafir' justru menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Jurus'lamat mereka sebelum nyawa terlepas dari tubuh jasmani ini! Kita tidak akan pernah bisa tahu hal itu sebelum kita meninggal di dalam iman yang sejati kepada Tuhan Yesus! Jadi seorang Calvinis Sejati pastilah orang yang rendah hati dan selalu berharap kepada Tuhan agar diberi kesempatan dan anugerah untuk tetap setia mengikuti dan mempercayaiNya sampai akhir hidupnya.
- Ketidaktahuan ini juga membuat seorang Calvinis Sejati membuka dirinya terhadap dunia, menjadi garam dan terang bagi dunia. Mengapa? Karena kita TIDAK PERNAH TAHU siapa saja orang yang akan kita menangkan jiwanya. Siapa mereka? Tidak tahu! Umat pilihan Tuhan 'terserak' dimana-mana, sehingga berita Injil harus dikumandangkan dan disebarkan SELUAS-LUASNYA, baik melalui perkataan maupun perbuatan, menjadi sebuah undangan terbuka bagi 'mereka yang terserak' untuk percaya dan menjadi murid Tuhan Yesus.
Paparan di atas hanya ingin menunjukkan perlunya kita mempelajari Calvinisme dengan lebih sungguh-sungguh, sebelum kita menggusurnya dengan teologi lain. Calvinisme masih relevan kok, dan yang paling penting telah teruji ke-alkitabiah-annya. Saya - sebagai umat GKI - mengajak jemaat GKI dan para teolognya untuk kembali belajar, memahami, dan memegang Calvinisme, sebagai sebuah akar dan jati diri gereja yang perlu terus dipelihara, dan membuat jemaat GKI memiliki kejelasan tentang ajarannya sendiri. Sekalipun tidak menyelamatkan, namun biarlah Teologi GKI menjadi sebuah alat bantu bagi umat untuk memahami suara Tuhan, kebermaknaan hidup, dan panggilan sebagai Umat Pilihan Allah! Dan ini akan terwujud apabila pesan mimbar GKI dengan setia menguraikan Firman Tuhan sesuai prinsip dan muatan Teologi Calvinis, yaitu teologi lokal (dan asli) GKI!