Bagian
ini didedikasikan untuk kekasih kita, para Pahlawan Allah, yang telah
menang dan menunjukkan keteladanan iman yang memberi kesan yang
mendalam; tidak hanya berbicara mengenai mereka yang sudah kembali ke
Rumah Sejati, namun juga menjadi sharing kita yang masih tinggal dalam
kefanaan dan bergumul dengan misteri kehidupan yang bernama: kehilangan.
Kiranya kolom ini menjadi sarana untuk saling berbagi, dan silakan
mengirimkan kesaksian Anda (teks dan foto) ke alamat email kami:
militiachristi2010@gmail.com
A Christmas Tree without Light
(Sebuah perziarahan dalam mencari makna kehidupan dan kematian)
Tentu kita semua sudah tahu tentang 7 hari penciptaan seperti yang terdapat dalam Kitab Kejadian.
Hari
pertama Tuhan menciptakan terang. Terang itu bukanlah sembarang terang,
karena terang itu ada TANPA adanya benda penerang (karena benda-benda
penerang baru tercipta pada hari ke-4), bahkan terang itu sanggup
mendukung kehidupan tumbuh-tumbuhan (yang sudah tercipta lebih dahulu,
yaitu pada hari ke-3). Saya pernah membaca tulisan seorang skeptik
tentang hal ini, yaitu: bagaimana mungkin tumbuh-tumbuhan tercipta lebih
dahulu ketimbang benda penerang? Ya mati dong... Dia lupa bahwa di hari
pertama sudah ada terang. Kalau sekarang ini manusia sudah bisa
menciptakan terang matahari buatan yang sanggup menumbuhkan tanaman,
apalagi Tuhan - Sang Pencipta - Ia pasti sanggup menciptakan terang yang
bukan berasal dari benda-benda penerang seperti yang manusia kenal saat
ini yang sanggup menumbuhkan tanaman! Terang itu adalah Terang Ilahi,
Divine Light, yang menjadi sebuah awal dari terciptanya alam semesta dan
segenap penghuni bumi. Terserahlah orang mau menghubungkannya dengan
teori Big Bang-nya Hawking, bagi saya Terang itu merupakan sebuah
terobosan yang Tuhan lakukan untuk membuat dari yang kacau dan gelap itu
menjadi sesuatu keberadaan yang 'sungguh amat baik', yakni segenap
ciptaanNya (Kej 1:31).
Setelah 7 hari penciptaan selesai, Tuhan
melanjutkannya dengan menciptakan suatu keluarga Allah yaitu dalam diri
manusia debu tanah (adamah) dan perempuan (Kej 2:7,23) sebagai pasangan
yang sepadan (Kej 2:18). Apakah mereka ini 'ciptaan baru' yang berbeda
dengan laki-laki dan perempuan yang diciptakan Tuhan pada hari ke-6 (Kej
1:27), atau merupakan awal dari mereka semua itu? Ini tentu mengundang
banyak opini dan perdebatan. Namun bagi saya, pikiran utamanya adalah:
Tuhan menganggap keluarga sebagai hal yang penting. Keluarga menjadi
sebuah terobosan di tengah persoalan kesendirian manusia. Saat ini, ada
begitu banyak orang yang sendiri dan kesepian... Keluarga dan dukungan
keluarga-lah solusinya! Keluarga diharapkan dapat berperan secara lebih
optimal di jaman yang penuh persoalan dan ketidakpedulian ini.
Namun
dalam perjalanan hidupnya, keluarga Allah ini mengalami jatuh ke dalam
dosa, sehingga menimbulkan 'produk baru' yang bernama: kematian (Kej
2:16-17). Kematian adalah upah dosa, sebuah kutuk yang menjalar bagaikan
kanker ke seluruh umat manusia. Namun syukur kepada Tuhan, bahwa
'keturunan perempuan' sudah mengalahkan Iblis yang mengikat manusia
dalam dosa (Kej 3:15). Tuhan Yesus adalah Sang Terang - Devine Light -
yang menerobos kacau dan gelap-nya dosa dan mengangkat manusia (yang
dipilih untuk percaya kepadaNya) untuk kembali menjadi ciptaan yang
'sungguh amat baik'. Apakah manusia lantas terbebas dari kematian? Jelas
tidak, mana ada manusia yang tidak bisa mati?! Namun kematian di dalam
Kristus tidak lagi dipandang sebagai kutuk dan upah dosa, tetapi menjadi
sebuah jalan untuk menerima anugerah keselamatan, yakni kehidupan yang
kekal.
Lantas apa hubungan ulasan tersebut dengan 'Pohon Natal tanpa Lampu Natal' dan 'perziarahan'?
Ini
sharing pribadi, yaitu di Natal tahun 2011 yang lalu. Karena berbagai
kesibukan saya, akhirnya menjelang tanggal 25 Desember pohon
Natal
belum terpasang di rumah. Waktu itu sudah tanggal 24 Desember siang.
Apakah Natal tahun itu akan menjadi Natal tanpa pohon Natal? Setelah
menimbang-nimbang, akhirnya diputuskan untuk tetap memasang pohon Natal
sekalipun hanya untuk seminggu. Saat semua daun sudah terpasang,
hiasan-hiasan bola dan bintang juga sudah digantung, tibalah saatnya
untuk menyalakan lampu Natal. 'Klik'... Dan kami terdiam saat menyadari
bahwa semua lampu Natal padam... Mungkin ada kabel yang putus di suatu
tempat, tapi kami sudah tidak punya waktu lagi untuk memperbaiki atau
membeli yang baru. Jadilah pohon Natal yang tanpa lampu Natal...
Natal
tahun 2011. Mama saya - yang saat itu sudah sakit kanker parah -
mendadak berkeinginan untuk merayakan Natal bersama saya sekeluarga di
Jakarta. Saya merasa sangat bersyukur karena saya masih berkesempatan
untuk merayakan Natal bersama mama saya di tahun itu, yang adalah Natal
terakhir bagi mama saya. Setelah mengikuti Perayaan Natal di tanggal 25
Desember, saya baru menyadari betapa mama terlihat begitu lelah. Dan
sepulangnya ke kota asalnya, kondisi fisik mama saya terus menurun, dan 3
bulan kemudian mama berpulang ke surga. Saya sempat berpikir: apakah
pohon Natal tanpa lampu Natal adalah merupakan sebuah pertanda kematian
dari orang yang saya kasihi? Atau hanya kebetulan acak belaka?
Mengalami
sendiri situasi kematian ternyata bukan hal yang mudah. Saya bersyukur
karena di jam-jam awal masa kedukaan, saya di cover oleh Pdt Dianawati
dan Pdt Frans yang jauh-jauh datang untuk memberi support bagi saya
sekeluarga. Dan di saat-saat seperti inilah - hingga berbulan-bulan
sesudahnya - saya menjalani perziarahan ke dalam misteri kehidupan dan
kematian, yang saya tahu perziarahan ini pun diikuti oleh banyak orang
yang bergumul dengan hal yang sama.
Ada beberapa hal yang akhirnya saya temukan dalam perziarahan saya (yang masih berlanjut hingga kini).
Yang
pertama adalah: pentingnya ikatan keluarga. Dalam masa-masa sulit,
justru ikatan keluarga harus semakin diperteguh. Kami sekeluarga kini
merasakan kualitas hubungan yang semakin baik satu sama lain, sekalipun
kami tinggal saling berjauhan, dan inilah yang menjadi sumber kekuatan
dikala kelemahan datang menghampiri. Keluarga-lah yang pertama-tama
harus saling menguatkan, setelah itu barulah orang lain (saudara seiman,
tim perlawatan khusus, pendeta, dsb). Keluarga yang justru terpecah
saat kesulitan/duka datang akan sangat sulit untuk melakukan recovery,
dan ini jelas membutuhkan sebuah kerelaan dari masing-masing anggota
keluarga untuk dapat lebih saling menahan diri dan berkorban.
Kedua
adalah: meninggalkan warisan. Warisan disini bukanlah warisan materi,
namun lebih kepada nilai-nilai yang bisa kita tinggalkan kepada orang
lain saat kita kembali ke sorga. Pepatah mengatakan: sesuatu akan terasa
begitu berharga saat kita kehilangannya. Saat mama saya berpulang,
barulah saya dengan jelas melihat betapa luar biasanya dia! Perhatian,
dukungan, rasa kehilangan, cerita-cerita yang baik... Membuat saya
berpikir: kalau giliran saya yang mati nanti, apakah saya pun akan
meninggalkan warisan nilai-nilai yang sebaik yang diwariskan mama saya?
Misteri kematian seharusnyalah membuat manusia berusaha dan terus
berusaha untuk meninggalkan warisan yang semakin baik, dan bukankah hal
itu membuat dunia menjadi tempat yang semakin baik untuk dihuni manusia?
Pohon
Natal tanpa lampu Natal... Saya pikir hal yang baik apabila Natal dapat
dipersiapkan dengan lebih baik. Namun itu bukanlah yang terpenting!
Yang terpenting adalah: kita seharusnya yang menjadi lampu-lampunya,
yang tidak terpadamkan dan yang bersinar terus bagi sekitar kita! Kalau
Divine Light itu telah membuat terobosan bagi dunia yang kacau dan
gelap, maka kita sebagai umatNya pun seharusnyalah memancarkan terang
yang menerangi dan mempercantik dunia. Semoga hal itulah yang bisa
menjadi warisan hidup kita semua.
(TKS - 29/11/2012)
Apakah ini Chun-Chun? Tidak sengaja melihat gambar di google, sebuah wajah yg sangat sy kenal di masa kecil......
BalasHapusIkut terharu, Chun,,,
Iya ci Christine, terima kasih
BalasHapus