Minggu, 13 Februari 2011

Beribadah di GDI Gatot Subroto

Dalam kesempatan visitasi kali ini, saya berkesempatan mengunjungi sebuah gereja yang beraliran karismatik yaitu: Gereja Duta Injil (GDI) yang berlokasi di Jalan Gatot Subroto Jakarta. Selain bersama istri, saya juga ditemani oleh Bapak Ginarto Lukito. Dia adalah seorang aktivis GKI Nurdin, dengan pelayanan di bidang musik, penerbitan, bahkan termasuk salah seorang perintis penginjilan di Nusa Kambangan. Visitasi ke GDI ini juga merupakan usulan beliau karena beliau menilai gereja tersebut memiliki performance musik yang bagus.

Sebagai ulasan atas visitasi ini, saya menggunakan Formulir Evaluasi Kebaktian yang dikembangkan oleh Majelis Jemaat GKI Nurdin, sebagai sebuah alat bantu untuk menganalisis performance peribadatan. Mengapa perlu di analisis? Karena suatu peribadatan - yaitu Ibadah Minggu - seharusnya ditujukan untuk mem-perjumpakan umat kepada Tuhan, sehingga perlulah ibadah diselenggarakan dengan serius dan all-out, dengan mengerahkan segala daya upaya yang terbaik dari segenap unsur dan pelayannya. Melalui Formulir Evaluasi Kebaktian ini, secara komprehensif dianalisis 5 aspek peribadatan, yaitu: Penyambutan, Suasana Ibadah, Pendukung Ibadah, Khotbah, dan Pelayanan Penatua, yang di-break down lagi ke dalam 25 item penilaian.

Mari kita mulai.

BACKGROUND

Terus terang saya tidak memiliki referensi tentang sejarah pendirian, tendensi teologi, struktur kemajelisan, dan lain sebagainya. Namun saya memiliki seorang teman yang mantan penatua di salah satu jemaat GKI yang pindah ke GDI dan memberikan kesan yang positif terhadap gereja ini yaitu: moderate-charismatic church. Jadi ada kesan yang nyaris tidak terlalu besar perbedaannya dengan gereja-gereja modern-mainstream seperti GKI yang juga sudah sangat terbuka dengan gaya-gaya peribadatan yang lebih inovatif. Dan kesan pertama saat saya beribadah di GDI memang seperti itu:
1. Banyak dihadiri oleh orang tua, ini GKI banget
2. Sekalipun menggunakan band, namun musiknya jauh dari hingar bingar, terdengar pas nggak berlebihan
3. Ada ruang untuk partisipasi jemaat dalam liturgi, dimana jemaat tidak hanya just follow atau bahkan just entertained, namun jemaat juga turut dilibatkan, misalnya:
- tiap doa, pasti diakhiri dengan ajakan kepada jemaat untuk sama-sama mengatakan 'amin'
- Worship Leader dan Singer tidak mendominasi pujian/penyembahan, saya catat ada 2 kali kesempatan dimana WL mempersilakan jemaat untuk menyanyi sendiri
- Yang unik adalah saat liturgi Perjamuan Kudus, dimana saat pendeta mengatakan 'Inilah TubuhKu yang dipecahkan... dst', maka seluruh jemaat (yang sudah memegang hosti) secara otomatis turut memecahkan hosti yang dipegangnya (ditekan dengan ibu jari)      
Ini saja yang bisa saya tulis dalam background, mungkin ada pembaca yang anggota GDI yang mau melengkapi, silakan post komentar Saudara.
PENYAMBUTAN
Kami tiba kira-kira 15 menit sebelum ibadah dimulai. Suasana masih sangat sepi, mungkin karena masih pagi dan cuaca turun hujan gerimis. Mobil dapat parkir dengan mudah (karena masih sepi), dan akses lift yang membawa kami ke lantai 11 (yakni lantai tempat ibadah GDI) pun tersedia dengan baik. Sampai di lantai tujuan, saya perhatikan bahwa pintu masuk ke dalam ruang ibadah ada 3 buah, dan saat itu hanya 2 pintu yang dijaga masing-masing oleh seorang penerima tamu (bahkan salah satunya tampak seperti seorang pendeta). Nggak ada yang istimewa dengan penyambutan ini, bahkan terkesan agak kaku, lebih terfokus pada pembagian warta jemaat.
SUASANA IBADAH
Saat kami masuk ke dalam (waktu itu kira-kira sudah kurang 5 menit), suasana masih begitu sepi. Namun suasana ibadah sudah mulai terbangun dengan diputarnya musik teduh. AC nya dingin sekali, mungkin lain kali kalau datang ke ibadah pagi musti bawa baju hangat. Jam ibadah yang seharusnya dimulai pk 08.00 ternyata molor sampai 10 menit, mungkin masih menunggu kehadiran jemaat yang saat itu juga masih sedikit. Ternyata jemaat datang terlambat pun di alami di gereja ini. Bahkan sampai kira-kira pk. 08.30 masih saja ada jemaat yang datang! Namun untungnya karena ruangannya nggak terlalu besar dan akses masuk yang tersedia cukup banyak, maka kehadiran jemaat yang terlambat ini nggak terlalu mengganggu suasana ibadah. Bahkan saya nyaris nggak memperhatikan, tahu-tahu menjelang khotbah ruangan sudah cukup penuh.
PENDUKUNG IBADAH
Saya nilai, seluruh pendukung ibadah seperti worship leader (WL), singer, pemusik, sound system, dan multimedia semua berjalan dengan baik. Dan saya acungkan jempol bagi multimedia karena tampilannya sangat membantu pujian jemaat, yaitu teks lagu ditempatkan di atas sehingga hampir dapat dilihat oleh seluruh jemaat tanpa terhalang orang di depannya. Namun satu catatan: saya kok merasa pujian jemaat kurang energi, alias nyanyinya setengah suara. Mungkin karena suara WL nya terlalu keras, bahkan suara singer (ada 4 orang) pun nyaris tidak terdengar, dan nada dasarnya sering terlalu rendah (mungkin menyesuaikan dengan warna suara WL yang cenderung alto). 
KHOTBAH
Khotbah disampaikan dengan durasi sekitar 1 jam. Cukup baik, dengan didukung oleh  tayangan multimedia dan mengambil banyak kutipan perkataan dari tokoh-tokoh terkenal (tak kurang ada 17 perkataan yang dikutip!). Mungkin pendetanya memang suka membaca, khotbahnya jadi menarik sekali, mendalam, dan tidak membosankan, sehingga waktu yang 1 jam itu dapat berlalu tanpa terasa. Saya sempat berpikir bahwa ini khotbah yang sangat baik, bahkan too perfect! Mudah-mudahan khotbah tsb bukan khotbah tape recorder alias khotbah yang terus-menerus dibawakan kemana-mana. Ada pengaruh sedikit ajaran Arminian dan Teologi Sukses (bahkan temanya pun mirip dengan tema-tema motivational seminar: “menjadi pribadi yang berpengaruh”). Tapi… okelah, mungkin topic-topik seperti itu yang kontekstual dengan kebutuhan jemaat setempat.
PELAYANAN PENATUA
Nyaris nggak kelihatan ada penatua disana, mungkin karena saya memang tidak tahu, atau karena memang nggak ada. Namun saat perjamuan kudus diselenggarakan, saya yakin yang melayani jemaat saat itu adalah para penatua atau majelis Mimbar lebih banyak ‘dikuasai’ oleh WL dan pendeta. Bahkan saya mencatat ada 3 orang pendeta yang secara bergantian bertugas: yang khotbah, yang memimpin perjamuan kudus, dan yang menyampaikan doa berkat. Well, mungkin karena GDI memang bukan gereja yang memiliki struktur kepemimpinan presbyterial-sinodal. Namun secara overall saya merasakan semuanya berjalan dengan baik. Bahkan saat ibadah berakhir pun kami masih menikmati pelayanan yang lain, yaitu jamuan minum teh/kopi dan snack, serta kesempatan untuk ber-fellowship satu sama lain. Hmmm… pemandangan yang nggak lazim di sebuah gereja karismatik yang selama ini saya kenal saling cuek satu sama lain. Semoga ruang untuk ber-fellowship ini terus dipertahankan.
Di bawah ini, Bapak Ginarto juga menyampaikan beberapa catatannya:    
PENYAMBUTAN

Biasa, tidak ada yang istimewa. Para penyambut tamu menyalami jemaat yg baru datang dan membagikan Warta Gereja. Sesekali mereka menunjukkan tempat duduk yang kosong.
MUSIK DAN WORSHIP LEADER
  • Sebagai pengiring pujian selama ibadah, secara keseluruhan musik dimainkan dengan sangat baik. Semua pemain band memainkan alat musiknya dalam kerjasama yang rapi, volume suara musik tidak terlalu keras tapi cukup membuat jemaat dapat mengikuti alunan musik dalam menaikkan puji-pujian.
  • Suara keempat backing vocalist cukup terdengar meskipun agak "tertutup" suara WL (Worship Leader) yang agak terlalu keras.
  • Suara WL sangat dominan dalam memandu jemaat bernyanyi. Jemaat menaikkan setiap pujian dengan semangat.
  • Ada satu lagu (kalau tidak salah "S'bab Dia hidup") yang dimainkan dengan irama Latin (bossa) yang kurang cocok
  • Penampilan WL & backing vocalist sangat rapi (dari pakaian).
PERJAMUAN KUDUS

Pengaturan dan pelayanan PK pada prinsipnya cukup bagus. Roti (hosti) dan anggur dibagikan ke jemaat sekaligus, bukan roti dulu baru anggur. Kalimat-kalimat pengantar dari Pendeta yang memimpin PK cukup bagus.
KHOTBAH

Kotbah disampaikan dengan sangat menarik.
  • Suara Pendeta yang berkotbah cukup jelas dengan dinamika mengikuti penekanan isi kotbah, kadang diseling dengan lelucon yang ringan.
  • Visualisasi kotbah dengan slide dari multimedia membantu jemaat lebih mengerti apa yang sedang disampaikan Pendeta.
  • Contoh & referensi yang mengaitkan ayat-ayat alkitab dengan kejadian-kejadian nyata). Contoh yang diberikan sangat membantu jemaat memahami isi kotbah.
  • Wawasan pengetahuan Pendeta cukup luas di luar bidang theologia, didukung kemampuan berbahasa Inggris.
Secara umum, suasana kebaktian cukup baik.
Demikian catatan kami, semoga berguna bagi kita semua.
Salam berdaya!

1 komentar:

  1. tidak usah membanding bandingkan, karena itu adalah satu bagian dari sifat buruk. Murid murid Yesus berkunjung dari sinagoga satu ke sinagoga yang lain, tidak ada membanding bandingkan dalam hal penilaian apapun. Datang lah beribadah kepada Tuhan, tujukan hati, pikiran dan jiwamu sepenuhnya mengarah kepada Tuhan.

    BalasHapus