Melalui pemahaman dasar ini, sebetulnya kita sudah cukup memiliki dasar untuk mengimani bahwa: manusia TIDAK MAMPU berkontribusi SEDIKITPUN atas keselamatan yang diterimanya. Keselamatan adalah 100% anugerah, manusia tidak bisa mengupayakan keselamatannya secara mandiri (seperti yang diajarkan oleh Pelagianisme) ataupun menjadi mitra-keselamatan (seperti yang diajarkan oleh Arminianisme maupun Katolikisme). Bahkan beriman-pun merupakan anugerah, bukan pilihan yang bisa diambil atau dibuang oleh manusia.
Pemahaman dasar inilah yang menjadi sebuah ciri khas ajaran Calvinisme yang seharusnya dianut oleh GKI. Mengapa? Karena GKI adalah gereja yang bercorak Calvinis, yang mewarisi tradisi dan ajaran dari Gereja Reformasi Belanda sebagai gereja yang ‘berjasa’ dalam pendirian GKI di Indonesia, yaitu: Nederlandse Hervormde Kerk (Dutch Reformed Church) dan Gereformeerde Kerken in Nederland (Reformed Churches in the Netherlands). Catatan: pada tahun 2004, kedua gereja tersebut bersama Evangelical Lutheran Church in the Kingdom of the Netherlands telah bergabung menjadi Protestantse Kerk in Nederland (Protestant Church in the Netherlands).
Berbicara mengenai Gereja Reformasi Belanda, sejarah telah mencatat terselenggaranya persidangan gereja-gereja Calvinis berskala internasional (karena dihadiri oleh gereja dari berbagai negara seperti Belanda, Inggris, Jerman, dan Swiss) pada tahun 1619 di kota Dordrecht (sehingga dikenal sebagai Sinode Dordrecht). Sinode tersebut berhasil memformulasikan ‘Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht’ sebagai sebuah pegangan ajaran untuk melawan ‘wabah’ ajaran Arminianisme yang menyebabkan keretakan di dalam gereja maupun Negara. Dalam perkembangannya selanjutnya, Pasal-Pasal Ajaran Dordrecht telah dimodifikasi sedemikian rupa sehingga memiliki bentuk yang lebih mudah untuk diingat, yaitu TULIP, yang berisi 5 pasal:
1. Total Depravity (kematian atau kerusakan total)
2. Unconditioned Election (pemilihan Tuhan yang tanpa syarat)
3. Limited Atonement (penebusan yang terbatas)
4. Irresistible Grace (anugerah yang tak dapat ditolak)
5. Preserverance of the Saint (ketekunan atau pemeliharaan atas umat percaya)
TULIP tersebut banyak disalahmengerti sebagai ‘Lima Pokok Calvinisme’, sehingga orang sering menyangka bahwa Calvinisme hanya berbicara mengenai 5 pokok tersebut di atas. Ini jelas sebuah pemahaman yang keliru, karena Calvinisme memiliki ribuan pokok bahasan! TULIP hanyalah satu dokumen dalam Calvinisme yang membahas mengenai keselamatan. Bersyukur Th. van den End telah mengumpulkan ajaran-ajaran Calvinisme sebanyak 16 dokumen sehingga kita bisa mempelajari kekayaan ajaran Calvinisme secara utuh (bukunya dapat dibeli di TB Gunung Mulia).
Karena artikel ini hanya berisi mengenai ‘pemahaman dasar’, tidaklah dimungkinkan membahas ke-5 pasal TULIP tersebut disini, mungkin bisa di lain kesempatan. Namun saya ingin membahas 2 isu penting seputar ‘pemahaman dasar’ tersebut:
GKI adalah gereja Reformed?
Saya baru mendengar istilah ‘Reformed’ pada awal tahun 1998, saat saya pindah ke daerah Grogol dan berjemaat di GKI Nurdin. Waktu itu, setiap kali orang menyebutkan istilah ‘reformed’ maka yang langsung terbayang adalah sebuah gereja yang namanya mengandung unsur kata ‘reformed’ itu, yaitu Gereja Reformed Injili Indonesia (GRII), yang memang sangat concern dengan TULIP. Semula saya menyangka bahwa GKI bukanlah bagian dari ajaran itu, sekalipun ajaran itu sebenarnya sudah biasa saya dengar di bangku-bangku sekolah BPK Penabur dan mimbar-mimbar GKI (namun ada penekanan-penekanan khusus yang dibuat GRII yang membuatnya menjadi agak berbeda). Sampai suatu kali saya membaca sebuah jurnal teologi yang menyebutkan bahwa GKI adalah anggota dari WARC (World Alliance of Reformed Churches) dan REC (Reformed Ecumenical Council), dan bahkan ikut menjadi bagian sejarah dalam merger-nya kedua badan ekumenis gereja-gereja Reformed sedunia itu dalam sebuah wadah yang dikenal sebagai WCRC (World Communion of Reformed Churches) yang konon memiliki pemercaya sebanyak 80 juta orang di seluruh penjuru dunia! (Baca situs-situs mengenai WCRC, seperti http://www.reformedchurches.org dsb). GKI memang bukanlah GRII, yang memang memiliki sejarah perkembangan yang berlainan. Namun entah bercorak ekumenis atau injili, seharusnyalah ada ‘rasa kebersamaan’ diantara gereja-gereja Reformed, paling tidak kebersamaan dalam membawakan suara profetik ke tengah-tengah dunia yang kacau, yang membutuhkan sebuah pegangan ajaran yang benar, yaitu ajaran KITA SENDIRI. Sangat disayangkan apabila GKI tidak concern lagi dengan asal-usul ajarannya, dan asyik berteologi kontekstual yang sering ‘melayang –jauh’ dari Calvinisme, termasuk dalam hal-hal yang berkaitan dengan keselamatan (yang dalam banyak kesempatan mengalami bias dan ‘ke-abu-abu-an’)
Dampak memahami keselamatan
Orang sering bertanya-tanya: Apa sih manfaatnya berbicara mengenai ‘keselamatan’? Disini kita bisa terjebak dalam 2 posisi:
1. Tidak tertarik dan tidak merasakan urgensi dan relevansi topik tersebut dalam konteks keselamatan masa kini, yang telah mengalami perluasan pada hal-hal seperti: penegakan HAM, pembebasan dari diskriminasi, pengentasan kemiskinan, concern pada lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Hal ini tentu patut disayangkan karena gereja masa kini akan kehilangan Core atau Inti-nya yang paling mendasar, yaitu Iman yang benar kepada Tuhan Yesus. Gereja akan menjadi tak ubahnya seperti lembaga sosial, LSM, atau bahkan partai politik (yang memang sering lebih relevan dan kontekstual dibandingkan gereja). Ibarat sebuah bangunan, Core Gereja adalah pondasinya, sehingga saat ‘core’ itu melemah maka keruntuhan gereja akan menjadi sebuah keniscayaan!
2. Tertarik namun menjadi terlalu dogmatis. Setelah saya membaca buku ‘Lima Pokok Calvinisme’ karangan Edwin Palmer, saya merasa mendapatkan ‘sebuah ilmu yang begitu berharga’, bak pendekar yang memperoleh jurus baru…. Nah, MENDAPATKAN ILMU inilah yang seringkali menjadi fokus, bukannya bagaimana MENERAPKAN ILMU tersebut. Terkadang kita cukup puas hanya menjadikan ilmu tersebut sebagai bahan untuk berargumentasi ketimbang berpraksis, bahkan menjadikan ilmu tersebut sebagai alat untuk menghakimi keselamatan orang lain! Mari kembali kepada pemahaman dasar kita, bahwa keselamatan merupakan 100% anugerah Tuhan. Mengenai cara dan waktunya, itu juga 100% merupakan hak prerogative Tuhan!1. Tidak tertarik dan tidak merasakan urgensi dan relevansi topik tersebut dalam konteks keselamatan masa kini, yang telah mengalami perluasan pada hal-hal seperti: penegakan HAM, pembebasan dari diskriminasi, pengentasan kemiskinan, concern pada lingkungan hidup, dan lain sebagainya. Hal ini tentu patut disayangkan karena gereja masa kini akan kehilangan Core atau Inti-nya yang paling mendasar, yaitu Iman yang benar kepada Tuhan Yesus. Gereja akan menjadi tak ubahnya seperti lembaga sosial, LSM, atau bahkan partai politik (yang memang sering lebih relevan dan kontekstual dibandingkan gereja). Ibarat sebuah bangunan, Core Gereja adalah pondasinya, sehingga saat ‘core’ itu melemah maka keruntuhan gereja akan menjadi sebuah keniscayaan!
Lalu bagaimana seharusnya pemahaman tentang keselamatan tersebut memberi dampak bagi kehidupan kita? Sebetulnya sederhana saja:
1. Kita harus selalu bersyukur kepada Tuhan, karena keselamatan diberikanNya BUKAN karena ‘ada yang baik’ di dalam diri kita, tetapi karena murni anugerah Tuhan, sekalipun kita tidak pernah sungguh-sungguh layak menerimanya
2. Kita harus membuktikan keselamatan yang sudah kita terima itu dalam hidup keseharian kita. Ada orang yang pernah berkomentar demikian: “Enak dong jadi Kristen, bebas berbuat dosa, kan pasti selamat!” Saudara, kalau kita ‘bebas berbuat dosa’ sebetulnya itu merupakan sebuah bukti bahwa kita adalah seorang Kristen Palsu yang mungkin tidak termasuk dalam umat yang dipilih untuk diselamatkan! Berdukacitalah apabila kita bisa atau pernah memiliki pikiran seperti itu!
3. Kita harus menginjili dunia, karena mungkin ada umat pilihanNya yang terserak di berbagai tempat. Mari bawa mereka untuk masuk ke dalam Rumah yang sudah ditetapkanNya untuk kita dan mereka, yaitu hidup kekal di dalam KerajaanNya.
Salam berdaya!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar