Senin, 29 November 2010

Krisis Calon Pengerja GKI

GKI krisis calon pengerja.... sampai-sampai BBP (Badan Bina Pengerja, yang bertugas merekrut dan membina pengerja) merasa perlu untuk mendorong jemat-jemaat GKI untuk menyelenggarakan ibadah dengan tema khusus untuk merekrut para calon pengerja GKI.
Pertanyaannya: mengapa sampai terjadi krisis?
Bukankah GKI memiliki tidak kurang dari 250 ribu anggota jemaat, belum terhitung para simpatisannya? Mungkin angkanya bisa mencapai 300 ribu orang!
Dan, seperti posting saya sebelumnya, kalau pun ada yang terpanggil menjadi calon pengerja, apakah mereka yang terpanggil ini merupakan para pemuda-pemudi GKI yang terbaik? Atau, dengan bahasa yang lebih positif: sudahkah pemuda-pemudi terbaik GKI mau mempersembahkan dirinya kepada Tuhan menjadi pengerja GKI?
Saya pikir, disinilah letak permasalahannya kenapa lantas GKI jadi krisis pengerja: pemuda-pemudi terbaik GKI yang 'merasa' terpanggil ternyata sangat sedikit.
Pertanyaan selanjutnya adalah: mengapa sangat sedikit?
Saya melihat ada 3 hal:

Pertama: GKI kurang menginspirasi sebuah panggilan
Saya setuju kalau yang namanya panggilan pastilah merupakan perkara eksklusif antara Yang Memanggil (Tuhan) dan yang dipanggil. Namun, gereja yang kurang inspiratif dalam kehidupan bergerejanya (ministry), seperti suam-suam kuku, lesu darah, suka ribut, nggak jelas ajarannya, nggak punya visi, dll.... kayaknya menjadi sebuah teladan yang buruk akan sebuah panggilan. Dan saya kok melihat GKI berada dalam kondisi seperti ini, dimana panggilan untuk menjadi pengerja menjadi sesuatu yang kurang menarik, terutama bagi para pemuda-pemudi terbaik. Mungkin mereka sudah ada panggilan, namun karena pengalaman bergereja yang kurang inspiratif, membuat panggilan tersebut tidak terjawab.... dan mereka lebih memilih option masa depan yang lebih menarik di bidang sekular.... atau di gereja lain....

Kedua: GKI tidak memiliki role model
Jaman ini rasanya belum ada pengerja yang betul-betul menampilkan dirinya sebagai role model akan seorang hamba Tuhan yang membuat orang ingin meneladaninya. Maaf bagi para pengerja aktif, tapi saya melihat Anda belum menampilkan diri Anda sebagai 'seorang gembala' sekaliber para senior Anda. Saat ini belum ada pengerja yang betul-betul menonjol pastoralship-nya, yang betul-betul tulus melayani, care, melindungi jemaat terhadap serigala buas (spt ajaran-ajaran asing dll), malahan dalam banyak kasus Anda membuat jemaat bingung dengan ajaran Anda yang nggak jelas dan nggak GKI! Bagaimana hal ini membuat pemuda-pemudi terbaik GKI tertarik untuk menjawab panggilan Tuhan untuk menjadi pengerja GKI?

Ketiga: Masalah Masa Depan
Saya percaya Tuhan selalu memelihara umatNya, apalagi para pengerja. Namun sangat manusiawi kalau pemuda-pemudi terbaik GKI mempertimbangkan masa depan mereka apabila mereka menjadi pengerja GKI. Apakah worthed mereka mempersembahkan segala keberadaan diri mereka menjadi pelayan Tuhan secara fulltimer di GKI? Ataukah mereka merasa di luar, di dunia sekular, atau di gereja lain mereka bisa memperoleh masa depan yang lebih baik? Jangan lantas terburu-buru men-judge mereka sebagai mengejar uang atau materi! Dulu ada ungkapan: 'jadi pendeta, mau makan apa?' Jaman dulu, jaman orang tua saya menjadi pendeta, seorang pengerja GKI memang hidupnya susah, jaminan hidupnya sangat kecil, nggak sebanding dengan kebutuhan keluarga. Namun luar biasanya kami tidak pernah hidup berkekurangan dan tidak pernah berhutang atau menyusahkan siapapun. Saya sendiri sebagai anak pendeta telah mendapatkan segala kesempatan kehidupan yang terbaik. Kini pengerja GKI sudah mendapatkan jaminan hidup yang lebih baik, dan mustinya hal ini menjadi sebuah 'tawaran' yang menarik bagi para calon pengerja: ada masa depan yang cukup menjanjikan dengan menjadi pengerja GKI. Namun masa depan tentu tidaklah berbicara mengenai 'jaminan hidup' thok. Ada hal lain, seperti kesempatan untuk mengaktualisasi diri yang perlu diberikan kepada mereka. Kalau gereja ingin merekrut orang-orang terbaik, tentu gereja perlu menyediakan sarana untuk mengaktualisasi diri secara baik juga, seperti kesempatan untuk studi lanjut, studi banding, mengajar, mengembangkan proyek tertentu, memimpin.... Dan ini musti secara terbuka dan transparan disediakan untuk semua pengerja, baik yang di kota kecil maupun kota besar, baik yang di gereja kecil maupun gereja besar....

Salam berdaya!

Minggu, 28 November 2010

Pengerja GKI Generasi 1,2,3

Dalam postingan saya sebelumnya, saya menulis tentang anggota GKI generasi 1,2, dan 3. Disana saya meng-klaim diri saya sebagai anggota GKI generasi ke-3 (karena nenek dan ortu saya sudah menjadi aktivis GKI). Saya juga menulis 'kegelisahan' saya akan pengerja GKI dari generasi 1 atau 2 yang dikuatirkan akan membawa warna lain yang bukan sungguh-sungguh GKI.
Memang nggak ada korelasinya antara 'kesejatian GKI' dengan 'generasi 1,2, atau 3'. Nggak betul kalau dibilang anggota GKI generasi 3 akan lebih sejati ketimbang anggota GKI generasi 1 atau 2. Bisa saja yang terjadi kebalikannya.
Maksud saya adalah demikian: seseorang yang dibesarkan secara GKI (yaitu dalam keluarga GKI yang memang sungguh-sungguh anggota aktif, bukan cuman yang 'listed' saja) maka dia memiliki kemungkinan yang lebih besar untuk 'memahami GKI' ketimbang mereka yang tidak dibesarkan dalam keluarga yang non GKI. Anda mengerti maksud saya?
Saya dari kecil dibesarkan dalam lingkungan GKI: berdoa secara GKI, beribadah di GKI terus, bahkan tinggal di sebelah GKI (karena papa saya pendeta GKI dan pastorinya ada disebelah gedung gereja GKI). Otomatis 'GKI' menjadi sesuatu yang mendarahdaging di dalam diri saya. Beberapa kali saya kecewa dengan sahabat maupun sistem berorganisasi di GKI, namun karena memang sudah mendarahdaging.... kemana pun saya pergi maka saya akan kembali ke GKI.... paling tidak sampai hari ini.
Beda sekali dengan seorang yang tidak dibesarkan dalam lingkungan GKI, mungkin ybs atas pilihan sendiri bergereja di GKI. Apakah 'GKI' mendarahdaging di dalam dirinya? Bisa ya bisa juga tidak, probability-nya menjadi fifty-fifty. Nah yang fifity-fifty inilah yang menjadi masalah bila ybs lantas menjai pengerja GKI. Apakah dia sungguh-sungguh menempatkan dirinya dalam konteks GKI dengan sejarah pemikiran teologis dan ministry-nya yang sudah begitu panjang....? Ataukah dia mencoba memasukkan pandangan teologis asing ke dalam GKI???
Maaf saya sebut 'asing' karena memang ada ajaran-ajaran yang 'aneh' yang dikembangkan GKI yang bukan ajaran asli GKI, apa lagi ajaran Alkitabiah!
Catatan: kalau saya nggak salah dengar, GKI kini tengah menyusun Konfesi GKI, yaita Tata Ajaran GKI. Kita tunggu saja apakah isinya mencerminkan Ajaran GKI yang berkembang selama ini.
Saya ingat papa saya (sewaktu masih menjadi pengerja aktif) sepulang dari sebuah persidangan klasis, dengan kesal bilang: "masa ada rekan yang bilang kalau kita (yaitu pengerja GKI) tidak boleh mengajarkan bahwa di luar Kristus tidak ada keselamatan.... kalau kita mengajarkan begitu maka kita berdosa....!!!"
Wuihhh.... sebagai orang awam saja saya langsung berpikir: itu orang yang berbicara seperti itu pendeta GKI tulen bukan? Kok seperti dari gereja liberal yang bukan GKI!
Memang diluar GKI, kekristenan tengah mengalami kemerosotan nilai Kristiani yang luar biasa, karena upaya-upaya kalangan tertentu untuk membangun 'iman bersama' yang sebutan kerennya adalah 'pluralisme agama'. (Kalau waktu mengijinkan, saya juga rindu membahas hal ini secara lebih mendalam). Dan teologi non GKI inilah yang kini ingin dimasukkan ke dalam teologi GKI oleh pengerja dan teolog yang bukan GKI Sejati....
Namun, konon GKI kini tengah kekurangan calon pengerja. Para pemuda-pemudi terbaik yang merasa dirinya adalah GKI Sejati ternyata lebih tertarik untuk belajar sekular ketimbang menjadi pengerja GKI.... Ini tentu hal yang menguatirkan, karena nantinya GKI tidak akan mendapatkan pengerja yang terbaik, bahkan yang bukan GKI Sejati. Saya akan mengulas hal ini dalam postingan berikutnya.

Salam berdaya!

Selasa, 23 November 2010

A True GKI

Saya adalah seorang GKI (Gereja Kristen Indonesia) Sejati. Layakkah saya menyebut diri saya 'GKI Sejati'? Krn kalau saya bilang 'sejati', maka ada juga pihak yang saya bilang 'tidak sejati', 'setengah sejati', bahkan 'palsu'. Nggak sekasar itu lah...
Tapi sejujurnya saya cukup prihatin dengan pengajaran dan spiritual mind set yang berkembang di lingkungan para rohaniawan (baca: pengerja) GKI. Dimulai dengan slogan: "Be a Moderate", seolah ingin menempatkan diri pada posisi aman - ditengah-tengah - yang dlm banyak situasi tidak mungkin berposisi moderat, kecuali dengan mengorbankan sesuatu.
GKI memang terjebak dalam dikotomi fundamentalisme-liberalisme, sehingga memilih menjadi 'blok tengah'... Padahal -isme2 tersebut merupakan ciptaan manusia yang bukan kanon! Mengapa GKI tidak berusaha semakin setia dalam pengajaran Alkitabiah, malahan mengambil sikap moderat yang berisiko 'mengebiri' tuntutan atau konsekuensi Alkitabiah?
Saya adalah generasi GKI ke-3. Nenek saya adalah majelis jemaat GKI, ayah saya adalah pendeta GKI, saya sendiri sudah belajar melayani Tuhan di GKI semenjak di bangku SMP dan saat ini menjadi penatua GKI. Dari pengamatan dan pengalaman saya, GKI mustinya memiliki sebuah idealisme gerejawi yang cukup jelas, yaitu sebuah organisasi yang mission-oriented... Coba lihat warisan-warisan yang ditinggalkan para pendiri GKI: BPK Penabur, Ukrida, Radio Pelita Kasih, PPK Tabitha.... dan masih banyak lagi. GKI jaman dulu sungguh memiliki visi 'keluar' yang membuat GKI menjadi berkat. Apalagi dengan semangat pelayanan volunteer yang setia dan tidak mengharapkan imbalan, sungguh menjadi teladan dan inspirasi bagi gereja-gereja lain dan masyarakat.
Namun GKI masa kini menjadi gereja yang suam2 kuku karena tidak berani mengambil sikap tegas dan jelas, dan sudah merasa nyaman dengan statusnya yang moderat.
Nggak heran sih, wong yang jadi pengerja adalah GKI generasi 1 atau 2...
Saya adalah seorang GKI Sejati. Saya ajak anda yang merasa punya idealisme yang sama untuk menyalakan api di GKI, sehingga gereja kita tidak lagi menjadi gereja yang suam-suam kuku, yang akhirnya dimuntahkan Tuhan seperti jemaat di Laodikia.
Salam berdaya!

Me

Halo!
Saya Timotius, tinggal di Jakarta, saat ini bekerja di sebuah bank swasta, dan bergereja di GKI (Gereja Kristen Indonesia) jemaat Nurdin, di wilayah Grogol Jakarta Barat.
Blog ini saya buat sbg curahan hati dan pikiran saya atas hal2 seputar teologi, terutama teologi yang dianut gereja saya yang dominan bercorak calvinis. Kenapa saya sebut 'dominan' (karena artinya nggak 100% murni calvinis)? Karena GKI memang gereja yang sdh sangat matang pergumulan dan pergulatannya di kancah teologi lokal (Indonesia umumnya, kaum urban dan minoritas khususnya). Disana sudah masuk berbagai pengaruh teologi non calvinis yang menjadi warna GKI yang - seharusnya - disyukuri sebagai sebuah kekayaan bergereja.
Saya sendiri bukanlah pendeta atau rohaniawan, namun saya memiliki interest yang sangat besar thd soal2 teologi. Mungkin ini karena cita-cita (atau panggilan???) yg terpendam yang tidak atau belum terealisasikan akan sebuah 'panggilan Tuhan'. Tapi... Biarlah mengalir. Saya percaya Tuhan punya tujuan dalam menetapkan dan menempatkan diri saya di keadaan saya sekarang. Saya bersyukur karena dunia sekular yang saya hidupi sekarang telah menyediakan berbagai kemungkinan dan peluang yang mungkin tidak akan pernah saya dapatkan apabila saya langsung terjun dalam 'dunia panggilan Tuhan'. Namun sempat terpikir juga sih, jangan2 saya selama ini menghindar terus sehingga kehilangan waktu dan kesempatan yang jauh lebih besar daripada yang saya dapatkan sekarang. Saya tidak tahu, tapi saya tahu bahwa Tuhan bisa memakai segala orang dengan segala cara untuk menyatakan kemuliaanNya.
Saya rindu memancarkan kemuliaan Tuhan sekalipun saya sering 'menggelapkan' cahaya dalam diri saya (yaitu berbuat berbagai macam dosa). Tapi... bukankah itu yang membuat kita, manusia, membutuhkan Juru Selamat?
Saya rindu blog ini bisa dibaca, diperkaya, dan menjadi alat kemuliaan Tuhan.
Salam berdaya!